ICW Nilai UU KPK Terbaru Penyebab Lemahnya Sanksi Pegawai KPK Pelaku Pungli
Terbaru

ICW Nilai UU KPK Terbaru Penyebab Lemahnya Sanksi Pegawai KPK Pelaku Pungli

Akar permasalahan terletak pada terbatasnya kewenangan Dewas KPK berdasarkan Revisi UU KPK terbaru. Kasus tersebut menggambarkan kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dilakukan secara mandiri.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Kiri-kanan: Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, Albertina Ho, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Harjono dan Indriyanto Seno Adji saat menggelar sidang etik. Foto: RES
Kiri-kanan: Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, Albertina Ho, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Harjono dan Indriyanto Seno Adji saat menggelar sidang etik. Foto: RES

Lemahnya sanksi terhadap puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terlibat dalam praktik pungutan liar (Pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK oleh Dewan Pengawas (Dewas) menuai kritik. Sebanyak 78 dari 90 orang pegawai yang menjalani sidang etik itu hanya diberikan saksi berat dengan meminta maaf secara terbuka sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK No.3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menilai putusan tersebut menimbulkan kekecewaan di tengah runtuhnya kepercayaan publik kepada KPK. Ironisnya sanksi maksimal hanya permintaan maaf secara terbuka sebagai dampak dari peraturan yang mengacu di atasnya. Yakni UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Jika mengacu pada Perdewas 3/2021, sanksi tersebut adalah sanksi maksimal yang dapat diberikan. Lebih dalam lagi, akar permasalahannya terletak pada kewenangan terbatas Dewas KPK berdasarkan Revisi UU KPK pada tahun 2019 lalu (UU 19/2019),” ujarnya mnelalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/2/2024).

Dia memaparkan kasus ini menjadi gambaran jelas problematika UU 19/2019, di mana kewenangan self regulatory bodies atau pengelolaan  sumber daya manusia (SDM) tidak lagi dilakukan secara mandiri. Pegawai KPK saat ini berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang artinya sistem kepegawaiannya tunduk ke dalam ketentuan rezim peraturan perundang-undangan ASN. 

Baca juga:

ICW juga memberikan tiga rekomendasi atas putusan dewas tersebut. Pertama, ICW mendorong agar Dewas segera berkoordinasi dengan Inspektorat KPK agar semua pegawai yang terlibat dalam kasus ini dapat segera dipecat. Pasalnya mengacu dari berkas putusan etik tersebut, Dewas dapat merekomendasikan kepada Inspektorat agar dapat menyatakan 90 pegawai telah melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah  (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS.

“Berupa penyalahgunaan wewenang. Dimana hukuman yang dapat diberikan berdasarkan Pasal 8 ayat (1) huruf c PP tersebut adalah pemberhentian tidak atas permintaan sendiri,” ujar Diky.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait