ILUNI UI Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja
Utama

ILUNI UI Desak Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja

Selain substansi bermasalah, penyusunan, pembahasan, dan pengesahan RUU Cipta Kerja dilakukan secara terburu-buru, tidak transparan, minim sosialisasi, dan minim penyerapan aspirasi masyarakat serta tidak sesuai dengan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ketujuh, proses pembicaraan tingkat II di DPR menunjukkan belum adanya kesepakatan antar fraksi terhadap RUU Cipta Kerja. Ketimbang menyetujui, paripurna seharusnya melanjutkan proses pengambilan suara sebagaimana Pasal 164 ayat (2) Peraturan Tata Tertib DPR No.1 Tahun 2020.

Dari tujuh kesimpulan itu ILUNI UI meminta pemerintah segera mensosialisasikan naskah UU Cipta Kerja yang sudah disahkan serta draft PP pendukung yang sudah disiapkan. “Merekomendasikan kepada Presiden untuk menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja seperti pernah dilakukan terhadap UU No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan dan pada UU Pemilu Tahun 2014,” kata alumnus FHUI ini.

Anggota Tim Pokja lain, Gita Putri Damayana, mengatakan setiap bagian akhir UU Cipta Kerja kerap mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksana (peraturan pemerintah/PP) hanya diberi waktu 3 bulan. Tapi sekarang sebagaimana diberitakan media jangka waktu itu dikebut menjadi sebulan.

Mengutip hasil kajian Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia, Gita menyebut 90 persen peraturan pelaksana UU dihasilkan di luar perencanaan. Misalnya, tahun 2017 pemerintah berencana menerbitkan 89 PP, tapi hanya 3 yang terealisasi, sedangkan yang diluar rencana ada 63. Dia melihat UU Cipta Kerja mengamanatkan pemerintah untuk menerbitkan ratusan peraturan pelaksana dalam waktu yang singkat.

Selain itu, Gita berpandangan tidak perlu ada yang mempertentangkan antara pihak yang ingin mengajukan uji materi ke MK dengan upaya lain seperti mendesak diterbitkannya Perppu. Menurutnya, semua desakan yang disampaikan masyarakat sipil masih berada dalam koridor hukum dan konstitusional, termasuk menolak UU Cipta Kerja melalui cara demonstrasi.

“Jalan yang dapat ditempuh untuk menolak UU Cipta Kerja bukan hanya melalui uji materi ke MK, tapi banyak cara lainnya,” ujar alumnus FHUI ini.

Gita berpendapat momentum pembentukan omnibus law UU Cipta Kerja seharusnya menjadi titik masuk untuk memperketat pendekatan yang digunakan untuk membenahi demokrasi. Pendekatan yang ketat diperlukan karena metode penyusunan omnibus law ini relatif rumit. Salah satu caranya melalui revisi UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait