IMA: Enam Regulasi Hambat Industri Pertambangan
Utama

IMA: Enam Regulasi Hambat Industri Pertambangan

Regulasi-regulasi tersebut menjadi persoalan sehingga menyebabkan kemacetan dalam usaha pertambangan.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Kementerian ESDM himbau para pemegang KP segera menyesuaikan<br> izin menjadi IUP paling lambat bulan April. Foto: Sgp
Kementerian ESDM himbau para pemegang KP segera menyesuaikan<br> izin menjadi IUP paling lambat bulan April. Foto: Sgp

Sejatinya, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang disahkan DPR setahun lalu, disusul terbitnya dua Peraturan Pemerintah (PP) Minerba pada 1 Februari 2010, dapat memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha pertambangan. Namun, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Priyo Pribadi Soemarno mengatakan, setidaknya masih ada enam hambatan regulasi di industri pertambangan.

 

Hambatan regulasi yang dimaksud Priyo adalah; Pertama, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di mana dalam Pasal 37 izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Kedua, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berpotensi menghambat pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Ketiga, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terkait larangan terhadap kegiatan pertambangan terbuka di hutan lindung.

 

Keempat, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memasukkan alat-alat berat dan alat-alat besar yang masih menjadi obyek pajak. Kelima, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di mana setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menambang pasir, minyak dan gas, dan mineral apabila menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitar wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Keenam, dalam UU Minerba sendiri, di mana penerbitan izin usaha pertambangan bisa terhambat lantaran pemerintah masih menunggu kejelasan RUU Tata Ruang.

 

“Sebenarnya masih banyak regulasi-regulasi lain yang saat ini menjadi persoalan sehingga menyebabkan kemacetan dalam usaha pertambangan,” katanya dalam acara seminar yang berjudul “Satu Tahun UU Minerba dan Implementasi PP Minerba 2010”, yang diselenggarakan hukumonline, di Jakarta.

 

Atas dasar itu, IMA meminta agar pemerintah dan DPR membuat peta permasalahan yang ada untuk dicari solusinya. Kemudian diperlukan adanya kebijakan pertambangan nasional agar persoalan pertambangan dapat diatasi dengan melihat prioritasnya bagi pembangunan.

 

Selain itu, perlu dibuat rencana umum jangka panjang tentang pertambangan nasional, master plan produksi pertamabangan berjangka lima tahun. “Kami dari industri pertambangan menyatakan siap berkontribusi pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.

 

Menurut Priyo, secara otomatis PP Minerba yang ada hanya akan berkecimpung pada masalah peralihan Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) atau Kuasa Pertambangan (KP) menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

 

Di acara yang sama, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menghimbau agar para memegang KP segera menyelesaikan perubahan izin menjadi IUP paling lambat pada bulan April.


Bambang menegaskan, jika KP belum beralih menjadi IUP hingga waktu yang ditentukan, maka KP tersebut tidak akan masuk dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang akan diterbitkan oleh pemerintah. Menurutnya, pemberian tenggat waktu tersebut telah diatur dalam Pasal 112 ayat (4) a di PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. “Di PP itu disebutkan, KP harus disesuaikan menjadi IUP dalam waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya PP. Berarti April sudah harus selesai,” ujarnya.

 

Dikatakan Bambang, meskipun penerbitan IUP tersebut merupakan wewenang pemerintah daerah setempat, namun Pemda tetap harus melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM. Bambang memastikan proses peralihan menjadi IUP tidak butuh waktu lama bila setiap perusahaan bisa melengkapi persyaratan IUP, antara lain menyangkut peta wilayah dan koordinat pertambangan.

 

Tags:

Berita Terkait