Imparsial Ingatkan Bahayanya Perluasan Kewenangan Milter dalam Revisi UU TNI
Terbaru

Imparsial Ingatkan Bahayanya Perluasan Kewenangan Milter dalam Revisi UU TNI

Tak saja di bidang pertahanan, tapi juga keamanan usulan memperluas kewenangan militer. Berpotensi membahayakan demokrasi karena militer bisa digunakan menghadapi masyarakat jika dinilai sebagai ancaman negara.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri. Foto: RES
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri. Foto: RES

Rencana merevisi UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai sorotan tajam dari kalangan masyarakat sipil. Berbagai usulan antara lain memperluas kewenangan TNI tak hanya di sektor pertahanan tapi juga keamanan. Usulan tersebut dianggap berbahaya.

Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri, mencatat sejumlah usulan perubahan pasal dalam revisi UU 34/2004. Misalnya revisi Pasal 3 UU 34/2004 yang sebelumnya mengatur pengerahan dan penggunaan kekuatan militer berada di bawah kendali Presiden diusulkan diubah menjadi  TNI alat negara di bidang pertahanan dan keamanan berkedudukan di bawah Presiden.

Gufron menilai, usulan ketentuan itu memperluas kewenangan TNI tak sekedar alat pertahanan negara tapi juga keamanan. Perluasan kewenangan TNI ke ranah keamanan ini keliru. Sebab di negara demokrasi fungsi militer jelas sebagai alat pertahanan negara yang disiapkan untuk menghadapi perang. Memposisikan militer sebagai alat keamanan negara berpotensi dapat digunakan untuk menghadapi masyarakat yang dinilai sebagai ancaman keamanan negara.

Selain itu fungsi militer sebagai alat keamanan negara sama seperti memberikan cek kosong untuk militer untuk masuk dalam menjaga keamanan dalam negeri. “Hal ini akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM dan mengembalikan format dan fungsi militer seperti di masa rezim otoriter orde baru,” ujar Gufron saat dikonfirmasi Hukumonline, Senin (22/5/2023).

Baca juga:

Tak hanya memperluas kewenangan TNI, Gufron mencatat usulan revisi UU 34/2004 terkait pencabutan kewenangan Presiden untuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI jelas melanggar mandat konstitusi. Pasal 10 UUD 1945 menyatakan, “Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) ddan Angkatan Udara (AU)”. Kekuasaan presiden tersebutdalam kedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi angkatan bersenjata.

Kemudian Pasal 14 UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan, “Presiden berwenang dan bertanggung jawab atas pengerahan kekuatan Tentara Nasional Indonesia”. Dihapusnya kewenangan pengerahan dan penggunaan TNI oleh Presiden sebagaimana usulan revisi UU 34/2004 sangat berbahaya karena menempatkan pengerahan dan penggunaan TNI di luar persetujuan dan kendali Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Tags:

Berita Terkait