Indonesia Kekurangan Peneliti Hukum
Berita

Indonesia Kekurangan Peneliti Hukum

Selama 26 tahun, BPHN hasilkan 541 laporan penelitian dan 419 laporan pengkajian.

Mys
Bacaan 2 Menit
Indonesia Kekurangan Peneliti Hukum
Hukumonline

Ribuan sarjana hukum lulus setiap tahun. Namun Indonesia dinilai masih kekurangan peneliti hukum. Kurangnya jumlah peneliti hukum dan anggaran penelitian turut mempengaruhi rendahnya jumlah penelitian hukum yang dilaksanakan dalam setahun. Meskipun ada pengkajian hukum di berbagai perguruan tinggi dan lembaga negara, jumlah penelitian hukum yang dipublikasikan masih terasa minim.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), misalnya, hanya bisa menghasilkan 10 penelitian dan 10 pengkajian hukum setiap tahun. Padahal, BPHN adalah lembaga di bawah Kementerian Hukum dan HAM  yang diharapkan mampu menghasilkan penelitian dan pengkajian hukum dalam rangka kebutuhan legislasi.

Dalam setahun, sekitar 70 Rancangan Undang-Undang (RUU) dijadikan target atau prioritas program legislasi nasional. Namun, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum BPHN belum bisa memenuhi kebutuhan riil prolegnas tersebut. Hasil penelitian dan pengkajian itulah yang kelak disampaikan ke bagian perencanaan untuk disusun sebagai naskah akademik.


Memang, sebagian RUU berasal dari instansi pemerakarsa di luar Kementerian Hukum dan HAM. Namun penelitian hukum tetap dibutuhkan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan legislasi, tetapi juga untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sekitar 75 % hasil penelitian dibutuhkan untuk menyusun naskah akademik.

“Hasil penelitian juga dimanfaatkan oleh masyarakat luas dalam dunia akademis, seperti di lembaga pendidikan dan lembaga penelitian lain,” kata Noor Muhammad Azis, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum BPHN, kepada
hukumonline.

BPHN memiliki 22 tenaga fungsional peneliti hukum. Yang mendapat predikat Ahli Peneliti Utama (APU) pun baru empat orang. Azis mengakui jumlah peneliti tersebut belum memadai. Ironisnya, penelitian hukum juga kurang mendapat prioritas di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kondisi ini mempengaruhi jumlah penelitian yang dihasilkan. “Idealnya 100 penelitian per tahun,” ujar Azis.

Berdasarkan data yang diperoleh hukumonline, jumlah penelitian yang dihasilkan Puslitbang Hukum BPHN sepanjang periode 1975-2011 sebanyak 541 laporan, dan pengkajian hukum sebanyak 419 laporan. Selain itu masih ada kompendium hukum, penulisan karya ilmiah hukum, dan pertemuan ilmiah hukum. Dengan demikian, dalam setahun Puslitbang BPHN menghasilkan sekitar 20 penelitian dan 16 kajian hukum setiap tahun.

Materi penelitian cukup beragam. Objek yang diteliti pun bukan hanya substansi hukum, tetapi juga lembaga dan budaya hukum. Salah satu penelitian yang dilaksanakan pada 2011 lalu adalah ‘Privatisasi Perusahaan Milik Negara Ditinjau dari UUD 1945, penelitian yang dikoordinir Prof. Safri Nugraha (almarhum).

Setahun sebelumnya, antara lain dihasilkan penelitian tentang Badan Usaha di Luar Perseroan Terbatas dan Koperasi; Penerapan Bantuan Timbal Balik Masalah Pidana Terhadap Kasus-Kasus Cybercrime; dan Hubungan Tenaga Medik, Rumah Sakit, dan Pasien.


Untuk mengatasi minimnya jumlah peneliti, penelitian hukum yang dilaksanakan BPHN acapkali mengundang pakar dari luar, atau bekerjasama dengan lembaga lain. Konsep ini pula yang selama ini dijalankan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

Komisi Yudisial menggandeng jejaring ketika melakukan penelitian terhadap putusan-putusan hakim. Senada,
Mahkamah Konstitusi bekerjasama dengan sejumlah kampus. Misalnya, penelitian tentang ‘Perkembangan Pengujian Perundang-Undangan di Mahkamah Konstitusi, bekerjasama dengan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang.

Menurut Noor M. Azis, salah satu problem mendasar yang dihadapi adalah dana penelitian yang minim. Untuk satu penelitian yang cakupannya acapkali seluruh Indonesia, anggaran yang tersedia ‘hanya’ sekitar 150 juta.

Selain itu, penganggaran disusun di awal tahun, sehingga peluang penambahan jumlah penelitian sangat kecil. Persoalan lain yang tak kalah penting adalah publikasi hasil penelitian. Hasil-hasil penelitian Puslitbang BPHN masih dicetak terbatas, sehingga masyarakat sulit mengaksesnya.

Tags:

Berita Terkait