Ini 7 Parameter 'Kegentingan Memaksa' Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Utama

Ini 7 Parameter 'Kegentingan Memaksa' Terbitnya Perppu Cipta Kerja

Salah satunya, untuk melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2O2O, perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap UU No.11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Kalangan masyarakat sipil dan akademisi menilai terbitnya Perppu Cipta Kerja ini tidak memiliki alasan konstitusional.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Alasan kegentingan mendesak sebagaimana disebut dalam konsideran menimbang Perppu No.2 Tahun 2022, menurut Feri hanya alasan yang dibuat-buat pemerintah. Jika mengacu Putusan MK No.138/PUU-VII/2009 dalih pemerintah untuk menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022 itu tidak memenuhi kriteria kegentingan memaksa. Apalagi jumlah pasalnya sampai ribuan, jika memang sifatnya kegentingan yang mendesak seharusnya pasal yang tercantum relatif sedikit.

“Ini menunjukkan Perppu No.2 Tahun 2022 direncanakan sangat matang untuk menghidupkan kembali UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan MK inkonstitusional bersyarat,” tegasnya.

Terpisah, koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal), juga mengecam terbitnya Perppu No.2 Tahun 2022. Kepal menilai tidak ada kegentingan yang memaksa sebagaimana diatur Pasal 22 UUD NKRI Tahun 1945 dan putusan MK No.138/PUU-VII/2009 untuk menerbitkan Perppu No.2 Tahun 2022.

Koordinator Tim Kuasa Hukum KEPAL, Janses E Sihaloho menilai terbitnya Perppu No.2 Tahun 2022 melengkapi bermacam pelanggaran yang dilakukan terhadap putusan MK terkait uji formil UU No.11 Tahun 2020 yang memerintahkan dilakukan penangguhan tindakan dan kebijakan strategis serta pembentukan peraturan pelaksana UU No.11 Tahun 2020. “Terbitnya Perppu Cipta Kerja, maka perbaikan UU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK juga dilanggar,” ujarnya.

Penasihat Senior IHCS, Gunawan, mengatakan ada ketidakjelasan rumusan Perppu. Dia heran apa yang ingin diganti oleh Perppu itu karena salah satunya mengacu pada putusan MK terkait uji formil UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan objek gugatan yakni UU Cipta Kerja dipandang sudah tidak ada.

Gunawan berpendapat Perppu tersebut juga tidak memenuhi standar dan indikator pelaksanaan putusan MK untuk membenahi UU Cipta Kerja. Misalnya, naskah akademik perbaikan UU Cipta Kerja, perbaikan materi sebagaimana yang menjadi keberatan masyarakat, dan partisipasi rakyat secara bermakna dalam setiap tahap pembentukan perbaikan.

“Perbaikan UU Cipta Kerja tidak hanya perbaikan typo dan materi ketenagakerjaan, tetapi juga materi terkait hak petani dan nelayan, serta masalah agraria, pertanian, pangan, perikanan, dan pendidikan yang justru didiskriminasikan oleh UU Cipta Kerja secara formil maupun materiil,” imbuh Gunawan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait