Ini Bedanya Outsourcing di UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja
Utama

Ini Bedanya Outsourcing di UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja mengubah istilah outsourcing dari penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi alih daya. Dalam UU Cipta Kerja, tidak ada lagi batasan terhadap jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Reytman menegaskan perusahaan alih daya dapat mengerjakan jenis pekerjaan apapun yang diberikan perusahaan pemberi pekerjaan (pengguna jasa perusahaan alih daya, red). “(Saat ini, red) Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh diberikan kepada perusahaan alih daya,” tegasnya.

Partner SSEK Legal Consultans, Fahrul S Yusuf, mengatakan UU Cipta Kerja menghapus perbedaan pengaturan mengenai perjanjian pemborongan atau penyedia jasa pekerja. Pelindungan buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.

“Yang penting buruh yang diperjakan berdasarkan PKWT, dalam perjanjian kerja itu harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi buruh bila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang obyek pekerjannya tetap ada,” kata Fahrul S Yusuf dalam kesempatan yang sama.

Mengingat ketentuan tentang perjanjian pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa pekerja dalam UU Ketenagakerjaan sudah dihapus UU Cipta Kerja, Fahrul berpendapat peraturan perundang-undangan yang masih memuat ketentuan tersebut semestinya tidak berlaku. UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang memungkinkan buruh outsourcing beralih hubungan kerjanya ke perusahaan pemberi pekerjaan (menjadi pekerja tetap/PKWTT) jika syarat pelaksanaan outsourcing tidak terpenuhi.

“Sekarang tidak ada lagi pembatasan kegiatan usaha utama dan penunjang. Pekerja alih daya bisa dilibatkan untuk pekerjaan inti (utama) atau produksi perusahaan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait