Ini Dia Kewenangan Plh dan Plt dalam Aspek Kepegawaian
Berita

Ini Dia Kewenangan Plh dan Plt dalam Aspek Kepegawaian

​​​​​​​Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan pada aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai.

Oleh:
RED/FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi PNS. Foto: SGP
Ilustrasi PNS. Foto: SGP

Soal kewenangan Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt) dari aspek kepegawaian ditegaskan oleh Kepala Badan kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana melalui Surat Edaran (SE) Nomor 2/SE/VII 2019. Surat Edaran ini ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah.

 

Mengacu pada Pasal 14 ayat (1,2, dan 7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dalam SE-nya Bima menyampaikan, pejabat yang melaksanakan tugas rutin terdiri atas Plh yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif berhalangan sementara dan Plt yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.

 

“Pejabat pemerintahan yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran,” tulis Bima sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, Jumat (9/8).

 

Terkait keputusan atau tindakan yang bersifat strategis, Bima mengutip Pasal 14 ayat (7) UU Administrasi Pemerintahan. Menurutnya, keputusan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah.

 

Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan status hukum kepegawaian, Plh atau Plt tidak berwenang melakukan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. “Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan pada aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai,” tegas Bima.

 

Baca:

 

Dalam SE ini disebutkan terdapat 10 kewenangan Plh dan Plt dalam aspek kepegawaian, antara lain;

  1. Melaksanakan tugas sehari-hari pejabat definitif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja pegawai;
  3. Menetapkan surat kenaikan gaji berkala;
  4. Menetapkan surat cuti selain Cuti di Luar Tanggungan Negara dan cuti yang akan dijalankan di luar negeri;
  5. Menetapkan surat tugas/surat perintah pegawai;
  6. Melakukan hukuman disiplin pegawai tingkat ringan;
  7. Menyampaikan usul mutasi kepegawaian kecuali perpindahan antar instansi;
  8. Memberikan izin belajar;
  9. Memberikan izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi; dan
  10. Mengusulkan pegawai untuk mengikuti pengembangan kompetensi.

 

Bima menuturkan, bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditunjuk sebagai Plh atau Plt tidak perlu dilantik atau diambil sumpahnya. “Penunjukan PNS sebagai Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak perlu ditetapkan dengan keputusan melainkan cukup dengan Surat Perintah dari Pejabat Pemerintahan lebih tinggi yang memberikan mandat,” katanya.

 

Selain itu, SE juga menyebutkan bahwa Plh atau Plt bukanlah jabatan definitif. Oleh karena itu, PNS yang diperintahkan sebagai Plh atau Plt tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan.

 

Selain itu, lanjut Bima, pengangkatan sebagai Plh atau Plt pun tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, dan tunjangan jabatan tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya. “Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan,” sebut Bima.

 

PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, atau Jabatan Pelaksana, menurut SE ini hanya dapat ditunjuk sebagai Plh atau Plt dalam Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya. Dengan berlakunya SE ini, maka Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K.26-304/.20-3199 tanggal 5 Februari 2016 ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Tags:

Berita Terkait