Ini Dia Tantangan Calon Kapolri Mendatang
Berita

Ini Dia Tantangan Calon Kapolri Mendatang

Mulai penegakan hukum, transparasi, mau diawasi oleh pihak eksternal serta tidak alergi kritik masyarakat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Kantor Kompolnas. Foto: Sgp
Kantor Kompolnas. Foto: Sgp
Kapolri Jenderal Sutarman bakal memasuki masa purna bakti pada Oktober 2015 mendatang. Namun wacana pergantian posisi Kapolri oleh pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla sudah mulai berhembus. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berpendapat, sejumlah pekerjaan rumah dan tantangan Kapolri ke depan bakal berat.

Anggota Kompolnas Adrianus Meliala  mengatakan, tantangan besar calon Kapolri adalah dari institusi Polri seperti budaya organisasi, kepentingan ego sektoral. Hal lainnya, Polri seolah enggan diawasi oleh pihak mana pun.  

Maklum, Polri dengan kewenangan yang besar itu menafikan pengawasan yang dilakukan oleh pihak mana pun, tidak terkecuali Kompolnas. Termasuk anggaran puluhan triliunan rupiah menjadi operasional terbesar di banding dengan institusi lainnya.

“Kami sudah mengontrol, tapi malah ditersangkakan dan jadi repot. Jadi tantangan terbesar adalah melawan ego dan kepentingannya,” ujarnya, di Gedung Kompolnas, Selasa (6/1).

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) ini berpandangan, intervensi terhadap Polri relatif kecil. Pasalnya, Polri berada di bawah langsung presiden. Menurutnya, sepanjang Polri tidak mendapat tekanan dari presiden, maka Polri bakal berjalan mengatur organisasi sendiri. Ia berpendapat tantangan di dalam institusi Polri terbilang besar.

Lagi pula pekerjaan rumah yang acapkali berulang tahun tak kunjung rampung. Misalnya pengawasan terhadap jajaran di bawah agar tidak melakukan perbuatan menyimpang dan melanggar hukum, tak juga menimbulkan efek jera. Ironisnya, masih adanya ‘polisi nakal’.

Nah, calon Kapolri mendatang mesti dapat menjaga stabilitas organisasi dan jajarannya dalam melaksanakan tugasnya tanpa melanggar hukum. Termasuk, menjaga jajarannya agar tetap on the track. “Kapolri mendatang harus dapat menjaga kestabilan organisasi dan jajarannya,” ujarnya.

Anggota Kompolnas lainnya, Hamidah Abdurrahman, menambahkan calon Kapolri atau setidaknya Kapolri mendatang  mesti dapat memperbaiki citra institusi Polri yang tercoreng oleh oknum jajarannya. Bukan menjadi rahasia umum, masyarakat kerap memberikan penilaian negatif terhadap Polri. Padahal, hanya ulah segelintir anggota Polri yang berbuat menyimpang.

Meski pun Polri mendapat penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP),  namun pandangan masyarakat masih terbilang negatif terhadap korps bhayangkara. Padahal Polri cukup memiliki prestasi dalam hal pengamanan Pemilu 2014. Pasalnya, pesta demokrasi berjalan cukup aman. Begitu pula penanganan kasus teroris. Menurutnya, memperbaiki citra Polri bergantung calon Kapolri mendatang.

“Jangan sampai resisten dari kritik masyarakat. Selama ini Polri seolah tidak mau diawasi. Seharusnya masukan itu menjadi input dan memperbaiki organisasi,” katanya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal Jawa Tengah itu mengatakan, tantangan lain adalah penegakan hukum. Menurutnya, dalam bidang penegakan hukum, tak sedikit terjadi penyimpangan. Hal itu disebabkan luasnya kewenangan dan ridak maksimalnya pembinaan etika di internal Polri.

Ia berpendapat tantangan penegakan hukum terletak pada profesionalitas penyidik. Idealnya, pendidikan penyidik Polri sarjana hukum dan memiliki kompetensi. “Sayangnya selama ini lidik dan sidik itu penyidik pembantu yang pendidikannya SMA,” katanya.

Penegakan hukum memang menjadi bagian tugas utama Polri. Profesionalitas dan kompetensi penyidik Polri dibutuhkan dalam menangani sebuah perkara. Selain peningkatan pendidikan SDM, segudang pekerjaan rumah bagi Kapolri terbilang menumpuk.

Dikatakan Hamidah banyaknya tunggakan perkara yang mesti diselesaikan acapkali menjadi pekerjaan rumah yang tak rampung. Penyediaan rumah penyimpangan barang bukti mulai di tingkat Polsek hingga Polda menjadi pekerjaan rumah yang mesti diprioritaskan Kapolri mendatang.

“Kompolnas berharap Kapolri mendatang dapat meningkatkan penegakan hukum dan bebas dari kekerasan, kolusi dan bebas diskriminasi, artinya hukum itu ibarat pisau tak saja tajam ke bawah, tapi tajam ke atas,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait