Ini Dua BUMN yang Pertama Lakukan Hedging
Berita

Ini Dua BUMN yang Pertama Lakukan Hedging

Pelaksanaan transaksi lindung nilai ini diharapkan diikuti oleh perusahaan-perusahaan BUMN yang lain.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ini Dua BUMN yang Pertama Lakukan Hedging
Hukumonline
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI bersama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menjadi dua perusahaan BUMN yang pertama kali melakukan transaksi lindung nilai (hedging). Keduanya sepakat melakukan hedging berupa cross currency swap (CCS) senilai Rp500 miliar dengan jangka waktu tiga tahun atas pokok utang dan pinjaman dalam bentuk valuta asing (valas).

Kesepakatan ini ditandai dengan penyerahan dokumen perjanjian International Swap Dealers Association (ISDA) dari BNI kepada Garuda Indonesia. Dalam perjanjian ini, Garuda memperoleh kredit dalam mata uang rupiah, sedangkan kebutuhan dan pendapatannya dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Untuk mitigasi mismatch fluktuasi nilai tukar dari kesepakatan tersebut, transaksi hedging menjadi jalan keluarnya.

"BNI berkomitmen bantu perusahaan BUMN dan nasabah lain dalam solusi lindung nilai hadapi risiko pasar," kata Direktur Treasury dan IF BNI, Suwoko Singoastro, di Jakarta, Rabu (25/6).

Suwoko mengapresiasi langkah Kementerian Negara BUMN dan Bank Indonesia (BI) yang mendorong terlaksananya transaksi hedging bagi perusahaan BUMN. Upaya tersebut terbukti dengan keluarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN. Sedangkan bank sentral, telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank pada bulan Oktober tahun lalu.

Ia meyakini, kedua payung hukum ini cukup kuat bagi perusahaan-perusahaan BUMN dalam melakukan transaksi hedging. Belum lagi, kesepakatan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BI, Kementerian Keuangan serta sejumlah aparat penegak hukum dan auditor yang intinya menilai bahwa kerugian dalam hedging bukanlah kerugian negara. Ia berharap, ke depan, transaksi hedging ini dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan BUMN yang lain.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia Handrito Hardjono mengatakan, transaksi hedging merupakan sebuah kebutuhan bagi Garuda dalam menjalankan roda bisnisnya. Menurutnya, kondisi ekonomi yang tak menentu dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang cenderung melemah berdampak pada semakin beratnya kompetisi di perusahaan penerbangan. Transaksi hedging dengan BNI ini baru 20 persen dari kebutuhan Garuda.

Atas dasar itu, kata Handrito, kerjasama dengan BNI merupakan langkah yang baik bagi Garuda untuk memaksimalkan bisnisnya di dunia internasional. Ia mengaku, sebelum dengan BNI, Garuda telah menjajaki bank-bank lain terkait rencana dilakukannya transaksi hedging dalam bentuk CCS tersebut. Namun, dari sejumlah bank tersebut, hanya BNI yang dinilai Garuda memiliki terms terbaik.

"BNI terbaik termsnya, makanya ke BNI," kata Handrito.

Staf Ahli Kemeneg BUMN Sahala Lumban Gaol mengatakan, dua payung hukum yang dikeluarkan BUMN dan BI bertujuan agar perusahaan BUMN tak ragu dalam melakukan transaksi hedging. Dua aturan tersebut dikeluarkan lantaran selama ini masih banyak perusahaan BUMN yang khawatir dalam melaksanakan transaksi hedging. Belum lagi kesepakatan yang dicapai dari pertemuan antara BPK, Kemenkeu, BI dan aparat hukum serta auditor beberapa waktu lalu.

"Keluarlah dua legal yang melindungi kegiatan ini, sehingga tidak lagi ada persepsi, hedging itu adalah gambling. Ini yang ditakutkan oleh berbagai pihak," katanya.

Ketua Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Treesna W Suparyono menyambut baik kerjasama antara BNI dan Garuda Indonesia dalam rangka melaksanakan transaksi hedging ini. Menurutnya, transaksi ini dapat memitigasi fluktuasi nilai tukar sehingga perusahaan dapat memperoleh kepastian dalam menjalankan roda bisnisnya.

Ia mengatakan, dari pertemuan antara BPK, Kemenkeu, BI dan aparat penegak hukum serta auditor beberapa waktu lalu menyepakati bahwa kerugian dalam transaksi hedging bukanlah kerugian negara. Atas dasar itu, kekhawatiran perusahaan-perusahaan BUMN akan jadi kerugian negara diharapkan sudah tak ada lagi. Kesepakatan tersebut akan dituangkan ke sebuah aturan yang tengah dibahas di tim teknis.

"Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan lebih jelas aturan-aturan mainnya. Sehingga upaya hedging ini bisa diikuti oleh perusahaan BUMN lain," tutup Treesna.
Tags:

Berita Terkait