Jatam juga mengkritik penerbitan izin pertambangan tidak memperhatikan risiko bencana, seperti gempa bumi, tsunami, dan banjir. Jatam mencatat sedikitnya 104 konsesi pertambangan berada di kawasan berisiko bencana gempa bumi dan 11 PLTU batubara dibangun di wilayah rawan tsunami. Begitu pula banjir di Kalimantan Selatan, Jatam menemukan 70 konsesi pertambangan batubara di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Utara, Tengah sampai Banjar.
“Di keseluruhan Kalimantan Selatan Jatam memetakan 814 lubang tambang yang menganga dan berkontribusi pada banjir,” ujar Jamil melanjutkan.
Berdasarkan data sistem informasi pinjam pakai kawasan hutan (SIPKH), Jatam menemukan sampai Juni 2020 ada 1.034 unit izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di 34 provinsi dengan luas hampir 500 ribu hektar. IPPKH merupakan izin penggunaan kawasan hutan yang diberikan pejabat setingkat Menteri untuk kepentingan nonkehutanan termasuk untuk sawit dan pertambangan. Perizinan ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan Menteri dari partai politik atau oligarki korporasi di bidang pertambangan.
“Akibatnya rakyat menjadi pengungsi sosial ekologis akibat bencana yang ditimbulkan. Episentrum bencana sesungguhnya ada di pemerintah dan elit politik sendiri,” katanya.