INI Masih Bingung Konsep Majelis Kehormatan Notaris
Berita

INI Masih Bingung Konsep Majelis Kehormatan Notaris

Ada empat lembaga pengawasan di tubuh notaris.

HRS
Bacaan 2 Menit
INI Masih Bingung Konsep Majelis Kehormatan Notaris
Hukumonline
Ikatan Notaris Indonesia (INI) masih dibingungkan dengan lembaga bentukan baru dari pemerintah. Lembaga yang dimaksud adalah Majelis Kehormatan Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Kebingungan para notaris ini cukup beralasan. Sebab, UUJN tidak mencantumkan definisi majelis kehormatan itu sendiri. Lembaga pengawas ini ujug-ujug muncul di Pasal 66 ayat (1) beserta dengan komposisinya.

“Kita (INI, red) nggaktau barangnya (Majelis kehormatan, red) apa, definisinya ajanggakada. Kita hanya menangkap dari undang-undang bahwa majelis kehormatan diarahkan kepada pembinaan dan MPD ke pengawasan,” tutur Ketua Pembinaan Anggota PP INI, Fardian kepada hukumonline usai Rapat Pleno INI di Jakarta, Rabu (26/3).

Isyana W Sardjawo, Ketua Hubungan Kelembagaan Luar Negeri PP INI, mengatakan asal muasal munculnya lembaga ini tak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi.  Mahkamah Konstitusi pernah menganulir ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN yang lama tentang frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”. Padahal, UU Nomor 2 Tahun 2014 sebentar lagi sudah hampir mau disahkan.

“UU mau disahkan hampir sebulan lagi,” tutur Isyana saat rapat pleno berlangsung.

Sementara itu, pasal tersebut dinilai sangat penting bagi profesi notaris. Isyana menilai frasa tersebut adalah salah satu filter notaris dari polisi ketika hendak menyita fotokopi minuta akta dan notaris itu sendiri dari kasus-kasus para pihak yang tidak relevan bagi notaris. Karena frasa tersebut dihapus, UUJN yang baru menggantikan kewenangan MPD dengan Majelis Kehormatan Notaris di pasal tersebut.

Terkait dengan kedudukan dari Majelis Kehormatan Notaris itu sendiri, Isyana mengatakan pada mulanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana menempatkan di tingkat pusat. Akan tetapi, organisasi berpikiran lain. Organisasi berkeinginan tempat kedudukan Majelis Kehormatan Notaris berada di kabupaten atau kota.

Tujuan organisasi adalah untuk menghindari penumpukan perkara dan melindungi notaris itu sendiri. Jika lembaga pengawas ini ditempatkan di kabupaten atau kota, lembaga dengan cepat tanggap dapat memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak permintaan dari penyidik terkait dengan pengambilan fotokopi minuta akta atau pemanggilan notaris itu sendiri untuk kepentingan proses peradilan. Pasalnya, undang-undang hanya memberikan waktu 30 hari untuk memberikan putusan tersebut. Apabila tidak ada jawaban dalam rentang waktu itu, majelis kehormatan dianggap menyetujui permintaan tersebut.

“MPD aja kerepotan. Kira-kira kalau itu di pusat bagaimana ya, bisa menumpuk itu,” tambah Fardian.

Masalah Dana
Dibentuknya Majelis Kehormatan semakin menambah deretan lembaga pengawasan dan pembinaan di tubuh notaris. Dengan begitu, sambung Fardian, notaris telah diawasi sebanyak empat lembaga, yaitu Dewan Kehormatan Notaris, Pengurus Pusat INI, Majelis Pengawas, dan Majelis Kehormatan.

“Saya rasa ga ada profesi yang diawasi dengan empat lembaga. Hanya melihat kenyataan bahwa profesi ini terlalu hebat sehingga harus diawasi dengan empat lembaga,” sindir Fardian

Sementara itu, Isyana menolak akan terjadi tumpang tindih kewenangan antar empat lembaga ini. Menurutnya, empat lembaga ini sudah memiliki tugas yang jelas, seperti Dewan Kehormatan yang berfungsi untuk mengawasi notaris di bidang Kode Etik Notaris dan Majelis Pengawas berfungsi untuk mengawasi kepatuhan notaris menjalankan UUJN. Sedangkan Majelis Kehormatan adalah untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap pemeriksaan yang akan dilakukan penyidik.

Menghindari tumpang tindih fungsi antarlembaga ini, Isyana mengatakan dapat diperjelas di Peraturan Menteri. Untuk itu, organisasi akan memberikan rekomendasi kepada Menteri hal-hal apa saja yang patut diperhatikan ketika menyusun peraturan tersebut.

Terkait empat lembaga ini, Isyana justru mempersoalkan tentang kualitas pengawasan dan anggaran lembaga. Menuruntya, sebanyak apapun lembaga pengawas apabila tidak berfungsi dengan baik akan percuma. Jika pun berfungsi dengan baik, Isyana mengkhawatirkan tentang anggaran dari pemerintah. Saat ini saja, anggaran Majelis Pengawas dalam menjalankan tugasnya sagat sedikit.

“Saya tidak tau pastinya berapa. Tapi yang jelas, anggaran itu sangat kurang. Dana itu diserahkan ke Majelis Pengawas Wilayah yang kemudian dibagi-bagikan ke MPD,” urai Isyana.
Tags:

Berita Terkait