Notaris Daerah 'Curhat' di Pra Kongres INI
Berita

Notaris Daerah 'Curhat' di Pra Kongres INI

Masalah sidik jari, papan nama, hingga akses internet yang minim.

HRS
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat pleno pengurus pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Jakarta, senin (24/3). Foto: RES
Suasana rapat pleno pengurus pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Jakarta, senin (24/3). Foto: RES
Notaris di seluruh Indonesia saat ini tengah berkumpul di Jakarta dalam rangka Rapat Pleno Pengurus Pusat yang Diperluas Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan, Senin (24/3). Tiga puluh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil INI) hadir dan melaporkan setiap masalah yang ada dalam tubuh organisasi.

Sejumlah pengurus wilayah INI dari beberapa daerah tak ketinggalan menggunakan pertemuan ini sebagai ajang “curhat” atas permasalahan yang mereka hadapi di daerah.

Misalnya, Pengurus Wilayah INI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Maluku yang melaporkan banyak notaris masih kebingungan dengan persoalan sidik jari dalam UU Jabatan Notaris yang terbaru. Lantaran tak tahu soal kepastian sidik jari ini, para notaris ada yang tidak menyertakan sidik jari para penghadap dan ada yang menyertakan sidik jari tersebut.

“Persoalan yang muncul adalah kesimpangsiuran soal sidik jari,” lapor Ikhwanul Muslimin dari Pengwil INI Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (24/3).

Meskipun ada yang menyertakan sidik jari, para notaris juga belum mendapat kepastian di mana sidik jari tersebut dicantumkan. Notaris-notaris yang berasal di daerah-daerah ini ada yang meletakkannya di lampiran dan dilekatkan ke minuta akta, bahkan ada yang langsung diletakkan di minuta akta itu sendiri.

Pengwil INI dari Kalimantan Timur meminta sidik jari dilakukan secara serentak. Pasalnya, banyak notaris di wilayah Kalimantan Timur masih tidak melekatkan sidik jari penghadap di minuta akta. Padahal, UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan undang-undang ini mulai berlaku sejak diundangkan.

Permasalahan lain yang muncul adalah “Notaris Papan Nama”. Artinya, notaris tersebut hanya memasang papan nama dan secara pribadi notaris itu tidak pernah berpraktik.

“Kenyataannya personalnya tidak pernah berpraktik. Hanya pasang papan nama saja,” tutur Ketua Pengwil INI Kalimantan Barat, Petrus Yani Sukardi.

Pengwil INI Sumatera Selatan melaporkan masalah lain. Di provinsi yang dikenal dengan makanan pempek ini terdapat masalah terkait ketidakwajaran dari jumlah akta yang dihasilkan seorang notaris. Ada beberapa notaris yang bisa membuat sebanyak 200 akta dalam satu bulan.

“Ini kan tidak wajar bisa membuat akta fidusia sebanyak 200 dalam sebulan,” ujar Ketua Pengwil INI Sumatera Selatan Kemal Abdullah.

Akses Internet Minim
Lain daerah lain persoalan. Jika wilayah Kalimantan, Pulau Jawa, dan Sumatera lebih bersinggungan dengan persoalan sidik jari dan jumlah akta, tidak demikian halnya dengan wilayah Papua dan Maluku. Persoalan dua wilayah ini lebih teknis, yaitu kesulitan dalam soal minimnya akses internet. Padahal, saat ini Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM telah meluncurkan program-program notaris secara online, seperti fidusia online, pemesanan nama perusahaan terbatas secara online, dan pindah jabatan notaris secara online.

Hal ini sedikit menimbulkan rasa “iri” di kalangan notaris Papua. Ketika para notaris di luar Papua dapat melakukan permohonan pendaftaran fidusia online dalam waktu hitungan menit, notaris Papua masih belum maksimal mendapatkan manfaat tersebut. Pasalnya, Papua sangat kesulitan mengakses internet.

“Kami harus manjat pohon dulu untuk mendapatkan signal,” ucap Ketua Pengwil Papua Elisabeth Gondo W yang diikuti dengan seluruh perwakilan Pengwil INI.  
Tags:

Berita Terkait