Ini Masukan Hakim Konstitusi ke Pimpinan KPK yang Baru
Berita

Ini Masukan Hakim Konstitusi ke Pimpinan KPK yang Baru

Mulai dari mengirim orang kompeten saat UU KPK diuji, hingga pengalaman saat dipanggil oleh KPK.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Pertemuan pimpinan KPK jilid IV dengan sembilan hakim konstitusi. Foto: NNP
Pertemuan pimpinan KPK jilid IV dengan sembilan hakim konstitusi. Foto: NNP
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV kembali melanjutkan ‘safari’ ke sejumlah institusi penegak hukum. Kali ini, giliran Mahkamah Konstitusi (MK) yang disambangi. Pertemuan pun berlangsung secara terbuka. Sembilan hakim konstitusi menyambut lima pimpinan KPK yang baru tersebut.

“Kami terima kasih sebesar-besarnya atas penerimaan bapak-bapak. Memang di awal kami ingin kerja sama untuk sinergi melakukan pencegahan dan penindakan agar lebih baik,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung MK, Rabu (6/1).

Dalam kesempatan itu, para hakim konstitusi memberikan sejumlah masukan untuk KPK. Salah satunya adalah Patrialis Akbar. Masukan yang dilontarkan Patrialis berkaitan ketika UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diuji ke MK. Ia menyayangkan saat pihak yang mewakili KPK bukanlah pimpinan KPK atau pihak yang memiliki kompetensi baik.

Atas pengalaman yang kurang baik itu, Patrialis berharap pimpinan KPK Jilid IV ini tidak mengulang hal yang sama ke depannya. Ia berharap, saat UU KPK diuji, lembaga antirasuah itu bisa mengirim delegasi terbaiknya dalam persidangan di MK.

“Apabila ada permohonan judicial review UU KPK ke MK, kami berharap yang mewakili KPK yang berkompeten. Sehingga ketika kami ingin klarifikasi menyanyakan sesuatu, mereka bisa jawab. Nggak perlu tanya pimpinan dulu karena kita butuh informasi saat itu. Mohon kalau bisa pejabat yang bisa memahami,” terang Patrialis.

Masukan yang lain datang dari Hakim Konstitusi Maria Farida dan Anwar Usman. Keduanya bercerita tentang pengalaman mereka terkait kasus yang melilit mantan Ketua MK Akil Mochtar sekira tahun 2013 lalu. Dalam perkara ini, Maria dan Anwar sempat dipanggil oleh KPK.

Namun, pemanggilan tersebut yang menjadi kritikan dari Maria dan Anwar. Menurut Maria, saat dirinya dipanggil untuk diperiksa KPK, tak dijelaskan status dirinya sebagai apa. Hal senada juga diutarakan oleh Anwar. Keduanya berharap, ke depan KPK bisa secara jelas menyinggung status ketika akan melakukan pemeriksaan terhadap seseorang.

“Satu pengalaman bagi saya, kalau orang dipanggil KPK itu seperrti ‘gledek di siang bolong’. Kita nggak tahu dipanggil sebagai apa. Semua mahasiswa, keluarga pada telepon saya. Untuk ke depan perlu diberitahukan dia dipanggil sebagai apa,” ujar Maria.

Agus Rahardjo merespon positif semua masukan yang masuk ke KPK. Ia berjanji, saat UU KPK diuji, pihaknya kaan menunjuk orang yang kompeten. Bila perlu, pimpinan KPK sendiri yang hadiri panggilan sidang MK. “Kalau ada judicial review UU KPK, kami akan datang,” katanya.

Terkait masukan Maria dan Anwar, Agus sepakat bahwa ke depan pihak-pihak yang dipanggil KPK wajib mengetahui status atau kapasitasnya sebagai apa. “Nanti teman-teman yang dipanggil mungkin statusnya akan dan perlu diperjelas,” ucapnya.

Kerjasama Bidang Pencegahan
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berharap agar KPK dapat dillibatkan MK dalam program-program pencegahan. Menurutnya, selama ini MK telah membangun jaringan yang begitu baik dan sangat luas hampir ke seluruh universitas di Indonesia. Hal ini menjadi pintu masuk agar program pencegahan KPK dapat dikolaborasikan dengan program pencegahan MK.

“Kami ingin kalau ada program-program pencegahan MK ke daerah-daerah. Beberapa dari kami bisa ikutan. Akan sangat berrmanfaat ke depan kalau kita bisa laksanakan bersama,” jelas Laode.

Hakim Konstitusi Aswanto menyambut baik permintaan kerjasama bidang pencegahan yang dilontarkan oleh Laode. Program pencegahan di MK, kata Aswanto, memang tidak terkait dengan aspek korupsi melainkan terkait dengan pemberian pemahaman soal berkonstitusi. Namun, ketika pemahaman berkonstitusi telah ditelaah secara baik, Aswanto yakin tidak akan perilaku koruptif yang dilakukan seseorang.

“MK melihat PTN menjadi salah satu garda terdepan pencegahan melalui adik-adik di universitas,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait