Ini Pihak-Pihak Wajib Lapor PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan
Berita

Ini Pihak-Pihak Wajib Lapor PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan

Selain pihak yang berkecimpung di sektor jasa keuangan, advokat dan notaris termasuk yang wajib lapor PPATK.

FAT
Bacaan 2 Menit
Logo PPATK. Foto: ppatk.go.id
Logo PPATK. Foto: ppatk.go.id

Pada 23 Juni 2015 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PP ini lahir dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 Ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebagaimana dikutip dari laman setkab, Jumat (3/7), dalam PP telah ditetapkan pihak-pihak yang wajib lapor kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi mencurigakan.

Pertama, pihak pelapor yang masuk kategori penyedia jasa keuangan. Seperti, bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi. Dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro.

Selain itu, termasuk pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan atau e-wallet. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.

Pihak pelapor kedua adalah penyedia barang dan atau jasa lain. Seperti, perusahaan properti atau agen properti. Pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan atau logam mulia. Pedagang barang seni dan antik atau balai lelang. Ada juga pihak pelapor penyedia jasa keuangan yang mencakup perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro dan lembaga pembiayaan ekspor.

Selain itu, sejumlah pihak yang masuk dalam pihak pelapor lainnya adalah advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik dan perencana keuangan. “Pihak pelapor sebagaimana dimaksud wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa,” demikian bunyi Pasal 4 PP No. 43 Tahun 2015 itu.

Menurut PP, seluruh pihak pelapor tersebut wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK, untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa. Misalnya, pembelian dan penjualan properti, pengelolaan terhadap uang, efek dan atau produk jasa keuangan lainnya.

Pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito dan atau rekening efek. Pengoperasian dan pengelolaan perusahaan dan atau pendirian, pembelian dan penjualan badan hukum.

Meski begitu, seluruh ketentuan ini dapat dikecualikan bagi advokat yang bertindak untuk kepentingan atau untuk atas nama pengguna jasa, dalam rangka memastikan posisi hukum pengguna jasa dan penanganan suatu perkara, arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Pengawasan kepatuhan atas kewajiban pelaporan bagi pihak pelapor itu, menurut PP ini, dilakukan oleh lembaga pengawas dan pengatur dan atau PPATK, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan Kepala PPATK.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian bunyi Pasal 13 PP yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada tanggal 23 Juni 2015 tersebut.

Tags:

Berita Terkait