Ini Sanksi bagi Kurator yang Berbuat Curang
Terbaru

Ini Sanksi bagi Kurator yang Berbuat Curang

Jika kurator melakukan tindakan curang yang merugikan harta pailit, maka kurator dapat diberikan sanksi baik secara perdata maupun pidana dan juga sanksi berdasarkan kode etik (administrasi).

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kurator merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam proses hukum kepailitan dan PKPU. Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU 37/2004) kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di bawah pengawasan hakim pengawas.

Penunjukkan kurator sementara dapat dilakukan selama putusan pernyataan pailit belum diucapkan atas dasar permohonan setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dengan tugas untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator (Pasal 10 ayat (1) huruf b UU 37/2004).

Sementara itu, mengacu pada Pasal 69 ayat (1) UU 37/2004, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Dalam melaksanakan tugasnya, kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan; dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. (Baca: Kurator dan Pengurus Diingatkan Profesionalisme Tangani Perkara PKPU dan Kepailitan)

Pelaksanaan tugas pemberesan harta pailit merujuk pada Pasal 184 ayat (1) UU 37/2004 yang menyatakan bahwa kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak; atau pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan.

Dengan wewenang yang cukup besar dalam mengurus harta pailit, kurator dibebani dengan tanggung jawab yang besar juga. Menurut Pasal 72 UU 37/2004, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Bagaimana jika kurator melakukan kelalaian dan kesalahan dalam melakukan pengurusa dan/atau pengurusan harta pailit? Menurut Partner pada ADCO Law, Rizki Dwinanto, dalam artikel Klinik Hukumonline “Sanksi Hukum Jika Kurator Berbuat Curang”, kurator dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan tindakan pidana yang dilakukan.

Misalnya kurator melakukan penjualan harta pailit dibawah tangan. Jika memang dapat dibuktikan bahwa kurator berbuat curang dengan sewenang-wenang menjual harta pailit di bawah tangan dan merugikan harta pailit, maka selain dapat mengajukan surat keberatan kepada hakim pengawas, kurator dapat ditindak secara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263, 264, dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pemalsuan surat dan/atau secara perdata dengan gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Dalam hal penjualan aset pailit (baik secara lelang maupun bawah tangan) diduga dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum atau “curang” yang menguntungkan diri kurator sendiri, maka hukum mengatur bahwa tindakan tersebut dapat diberikan sanksi, secara perdata maupun pidana dan juga berdasarkan kode etik (administrasi).

Untuk diketahui Pasal 185 ayat (1) dan (2) UU 37/2004 telah mengatur bahwa semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.

Selain itu, kurator juga dapat dilaporkan atas pelanggaran kode etik. Sebagai contoh, merujuk pada Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), dalam hal diduga adanya pelanggaran kode etik oleh kurator dan/atau pengurus, pengadu (debitur/kreditur dan/atau anggota profesi) dapat mengajukan laporan secara tertulis yang ditujukan kepada Dewan Kehormatan Profesi.

Jika dalam proses persidangan terbukti kurator melakukan pelanggaran kode etik, maka merujuk pada Pasal 10 ayat (4) Kode Etik Profesi AKPI, sanksi dapat berupa sanksi yang dibe rikan dalam keputusan dapat berupa: teguran secara tertulis; peringatan keras dengan surat; pemberhentian sementara dari keanggotan asosiasi selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan; dan pemberhentian sebagai anggota asosiasi.

Kurator Imran Nating mengatakan bahwa pengurus dan kurator harus bekerja secara profesional dan independen sesuai dengan UU Kepailitan dan standar profesi kurator. Tanggung jawab kurator diatur dalam Pasal 72 UU 37/2004, di mana kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Jika seluruh pekerjaan dilakukan sesuai dengan UU dan standar profesi, maka sangkaan dan tuduhan akan mudah dibantah dan dipatahkan. Imran mengingatkan kurator dan pengurus untuk tidak menghalalkan segala cara saat berperkara di pengadilan.

“Untuk memastikan kerja aman bagi para kurator dan pengurus maka tidak boleh tidak mereka harus bekerja secara profesional dan benar-benar independen sesuai UU Kepailitan dan Standart Profesi Kurator. Jika pengurus telah bekerja sesuai dengan UU dan Standar Profesi maka sangkaan apapun ke mereka, akan dengan mudah dipatahkan. Sebaliknya demikian jika menyimpangi UU dan standart Profesi, maka juga sesuai UU mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum, jangan menghalalkan segala cara,” kata Imran kepada Hukumonline, Senin (19/7).

Hal senada pernah disampaikan oleh Jamaslin James Purba. James mengatakan para kurator cukup memfokuskan pelaksanaannya agar sesuai dengan koridor UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan).

“Sepanjang kurator melaksanakan tugas dan perannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku tidak perlu khawatir, dia juga mendapatkan perlindungan hukum itu sendiri. Kurator ini kan bekerja berdasarkan putusan Hakim, artinya melaksanakan putusan pengadilan, seharusnya setiap orang wajib menghormati putusan pengadilan,” kata James.

Mengenai tuduhan penggelapan, James menerangkan bahwa kurator bekerja di bahwa pengawasan Hakim Pengawas, termasuk kewajiban membuat laporan. “Kan dia diawasi oleh Hakim Pengawas, wajib membuat laporan pertanggungjawaban per tiga bulan kepada Hakim Pengawas, menjelaskan apa saja yang sudah dilakukan,” lanjutnya. Hal ini memang diatur di pasal 74 UU Kepailitan.

Jika ada debitor atau kreditor yang curiga atas tindakan pemberesan oleh kurator, hal tersebut bisa dilaporkan kepada Hakim Pengawas untuk memberikan penilaian. Apalagi berdasarkan ketentuan SEMA No. 2 Tahun 2016 (SEMA Efisiensi Perkara Kepailitan), Hakim Pengawas punya wewenang memanggil dan meminta penjelasan kurator, memberi teguran kepada kurator, bahkan mengusulkan penggantian kurator kepada majelis hakim niaga.

“Kurator tidak bisa seenak-enaknya mempergunakan harta yang di bawah penguasaannya, ada pertanggungjawabannya nanti, bahkan diawasi pengadilan,” tegasnya.

Bagi seluruh kurator, James mengingatkan agar jangan mengambil langkah yang tidak diyakininya. Kurator bisa berkonsultasi dengan hakim pengawas atau para kurator senior dalam membereskan harta pailit. Sejauh para kurator bekerja sesuai prosedur yang telah ditentukan, tidak ada ancaman pidana yang perlu dicemaskan oleh para kurator.

Salah satu contoh peristiwa yang melibatkan kurator terjadi pekan lalu. Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap pengurus dan kurator Delight Chyril dan Ranto P Simanjuntak. Delight ditangkap saat sedang bertugas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat), sementara Ranto dijemput oleh Bareskrim Polri di kediamannya pada Jumat (16/7).

Delight dan Ranto adalah pengurus PKPU perkara PT Humpuss Patragas dan PT Humpuss Trading. Keduanya diduga melakukan penggelembungan piutang PT Humpuss Patragas dan PT Humpuss Trading dari nilai sekitar Rp172 miliar menjadi Rp414 miliar.

Penangkapan kurator atau pengurus PKPU bukanlah kali pertama terjadi. Salah satunya pernah terjadi pada 2017 lalu, di mana Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menangkap 3 kurator Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menyimpangkan aset kepailitan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jiwa (BAJ). Kurator itu sedang menangani kasus pailit dengan nilai objek sengketa Rp1,1 triliun.

Tags:

Berita Terkait