Instrumen Hukum Untuk Cegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan
Berita

Instrumen Hukum Untuk Cegah Kerugian Negara Di Sektor Kehutanan

Komoditas primadona dalam bisnis di sektor kehutanan saat ini adalah sawit. Namun dalam prakteknya justru sektor bisnis yang menggiurkan ini justru mendatangkan kerugian negara.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan.
Ilustrasi kebakaran hutan.
Korupsi di sektor kehutanan dilakukan secara sistematis, mulai dari penyalahgunaan wewenang untuk menerbitkan izin dengan cara yang melawan hukum, perusahaan menyuap pejabat Negara untuk bisa mendapatkan izin, permasalahan di lapangan dengan cara-cara penguasaan hutan yang berjalan dengan back-up politik hingga tindakan represif melalui tangan-tangan petugas keamanan bersenjata.
“Hal ini tidak mungkin terjadi pada bisnis yang tidak memiliki nilai rente ekonomi tinggi,” kata pakar kebijakan kehutanan yang juga merupakan staf ahli KPK untuk korupsi sektor kehutanan, Hariadi Kartodihardjo pada HukumOnline, awal pekan ini.
Komoditas yang menjadi primadona dalam bisnis di sektor kehutanan saat ini adalah sawit. Namun dalam prakteknya, sektor bisnis yang menggiurkan ini justru mendatangkan kerugian negara. Banyaknya jumlah perusahaan yang beroperasi secara illegal, lokasi perkebunan sawit dengan alas hak yang tidak jelas, juga berkontribusi menyebabkan penarikan pajak dari bisnis sawit tidak berjalan optimal.
Hariadi memberikan contoh ketidakjelasan izin perkebunan berimbas pada penerimaan Negara melalui pajak. “Kanwil Pajak Riau menarik pajak hanya sebesar sepertiga dari yang seharusnya. Pajak dari perusahaan yang beroperasi di sektor perkebunan khususnya sawit yang berhasil didapatkan Dinas Perpajakan Provinsi Riau hanya sebesar 9 Triliun/Tahun dari yan seharusnya diperkirakan bisa mencapai 34 Triliun,” kata Hariadi. (Baca juga: Kisah Metamorfosis Perizinan Modus Utama Kebakaran Hutan)
Areal kerja perkebunan sawit yang terdaftar sebagai areal kerja yang menjadi wajib pajak hanya seluas 1,1 juta ha. Padahal jumlah seluruh areal perkebunan sawit di Riau adalah seluas 4,2 juta ha. Menurut Hariadi, untuk menentukan wajib pajak, Kanwil Pajak membutuhkan setidaknya 15 data yang dimiliki dinas terkait yang mengeluarkan izin bagi perusahaan beroperasi di sektor perkebunan sawit tetapi yang terjadi adalah antar instansi saling menutupi data, biasanya karena ada pelanggaran yang terjadi.
Lebih lanjut Hariadi menjelaskan modus pelanggaran yang terjadi yang biasanya dilakukan oleh instansi terkait. 
“Perusahaan mengajukan permohonan Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk areal seluas 10.000 ha. Kemudian melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) dilakukan pelepasan kawasan hutan seluas 12.000 ha. Jadi penyelundupan izinnya bukan hanya suap dimana pengusaha memberikan sejumlah uang kepada dinas terkait, tetapi juga keuntungan dari hasil proses pengelolaan perkebunan sawit,” Hariadi menjelaskan.
Tags:

Berita Terkait