Jadi Profesional Sufi dengan Berzakat
Fokus

Jadi Profesional Sufi dengan Berzakat

Mungkin tidak sedikit dari pembaca yang akrab dengan istilah corporate mystics yang mungkin juga dapat dipadankan dengan istilah 'sufi perusahaan'. Menurut mereka yang mempopulerkan istilah ini, Gay Hendricks dan Kate Ludeman, sufi perusahaan adalah orang yang mendasarkan diri pada integritas, hasrat, dan kecintaan (passion and compassion). Bahkan, pada nilai-nilai mistik-spiritual.

Amr/APr
Bacaan 2 Menit

Zakat penghasilan atau zakat atas profesi adalah istilah yang muncul dewasa ini. Kebanyakan ulama kontemporer berpendapat wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan dalil-dalil yang umum, di antaranya adalah Al-Quran antara lain dalam surat Adz-Dzariyat ayat 19 dan Al-Baqarah ayat 267, serta hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Al Bazaar dan Baehaqi.

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian." (QS. Adz Dzariyat:19).

"Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik." (QS Al Baqarah 267).

"Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu." (HR. AL Bazar dan Baehaqi).

Hasil profesi (konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan "zakat".

Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian, bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat. Sebab, zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara'/hukum).

Pendapatan yang diperoleh dari pendapatan rutin atau gaji yang diterima oleh pegawai biasa berbeda dengan dari hasil profesi. Menurut uraian salah satu pengajar di Institut Manajemen Zakat, HM Taufik Ridlo, istilah ulama salaf bagi pendapatan rutin atau gaji yang didapatkan seseorang biasa disebut dengan "a'thoyat", sedang untuk profesi biasanya disebut dengan "al maalul mustafad".

Dengan demikian, apabila seseorang dengan hasil profesinya menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat. Akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat).

Sedangkan jika hasilnya hanya sekadar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.

Tags: