Jadi Profesional Sufi dengan Berzakat
Fokus

Jadi Profesional Sufi dengan Berzakat

Mungkin tidak sedikit dari pembaca yang akrab dengan istilah corporate mystics yang mungkin juga dapat dipadankan dengan istilah 'sufi perusahaan'. Menurut mereka yang mempopulerkan istilah ini, Gay Hendricks dan Kate Ludeman, sufi perusahaan adalah orang yang mendasarkan diri pada integritas, hasrat, dan kecintaan (passion and compassion). Bahkan, pada nilai-nilai mistik-spiritual.

Amr/APr
Bacaan 2 Menit

Model penganalogian tersebut tidak asing di kalangan ulama salaf, misalnya ketika para ulama menganalogikan hamba sahaya. Di satu sisi, hamba sahaya dianalogikan pada hewan ketika menentukan bahwa mereka boleh diperjualbelikan. Di sisi lain, dianalogikan dengan manusia mukallaf (cakap) ketika mereka harus melaksanakan beberapa taklif (kewajiban berdasarkan hukum) seperti salat dan puasa

Seperti yang dikatakan oleh pakar zakat Didin Hafidhudin, bahwa pendapat yang terakhirlah yang kemudian dijadikan landasan zakat profesi. Menurut Ketua Dewan Syariah Dompet Dhuafa ini, Simposium Zakat Internasional di Kuwait 1984 dalam satu rekomendasi dan fatwanya telah menetapkan kewajiban dan ketentuan zakat profesi ini.

Contoh:

Agus adalah seorang konsultan hukum yang berdomisili di  Jakarta, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih per bulan Rp 15.000.000.

Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp7.000.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya adalah (15.000.000 - 7.000.000) = Rp 8.000.000 per bulan.

Apabila saldo rata-rata per bulan Rp8.000.000, maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp96.000.000 (lebih dari nishab).

Dengan demikian, Agus berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. Dalam hal ini, zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.

 

Bagaimana dengan bonus atau komisi, apakah disamakan ketentuannya? Dari berbagai pendapat mengenai zakat atas bonus atau komisi ini, ada pendapat yang membedakan antara bonus yang terkait dengan gaji serta komisi yang berasal dari prosentase keuntungan perusahaan. Untuk bonus yang terkait dengan gaji, maka digabungkan dengan gaji, sehingga zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%.

Sedangkan untuk komisi yang berasal dari prosentase keuntungan perusahaan kepada pegawai, zakat yang dikeluarkan sebesar 10% seperti zakat pertanian dan dikeluarkan setiap kali memperolehnya. Sementara untuk komisi dari hasil profesinya seperti sebagai makelar, pada hakekatnya ia sama dengan zakat profesi dengan mengikuti segala ketentuannya.

Tak cukup dengan compassion

Mantan Rektor IAIN Ar-Raniri Aceh, almarhum Dr. Sofwan Idris pernah mengungkapkan bahwa kesadaran masyarakat akan zakat masih sebatas dimensi hukum yang melahirkan paradigma hukum dan sebatas dimensi ibadah. Orientasi zakat melulu tertuju kepada orientasi kesalehan individu dan mengendurkan tanggung jawab sosial yang sangat melekat pada konsep zakat.

"Sementara dimensi-dimensi lainnya seperti dimensi aqidah, ahlak, sosial kemasyarakatan, ekonomi bahkan politik, pendidikan, ilmu dan teknologi masih belum populer dan perlu dihidupkan," ungkap Sofwan seperti dikutip Taufik Ridho. Sementara, seorang pakar ekonomi islam Dr. Mundzir Koht mengatakan bahwa banyak muslim yang menilai kewajiban zakat sebagai bantuan sosial atau aktifitas sosial dan kebajikan dalam membantu kaum fakir miskin.

Tags: