Jalan Tengah Pengaturan Perzinahan dan Kohabitasi dalam RKUHP
Utama

Jalan Tengah Pengaturan Perzinahan dan Kohabitasi dalam RKUHP

Dalam penerapannya di masyarakat perlu melihat penjelasan pasal sebagai filter dan batasan agar tidak terjadi multitafsir oleh aparat penegak hukum.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Kalau perkawinan dilakukan secara agama tanpa ada catatan dari negara, tidak bisa dikualifikasi dalam Pasal 418 kohabitasi. Kita belum masukan (dalam penjelasan, red), tapi itu menjadi catatan penting tersendiri,” ujarnya.

Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Abu Rokhmad berpandangan keberasaan Pasal 417 dan 418 memang dibutuhkan masyarakat dalam penegakan dan menjaga lembaga perkawinan. Selain itu, aturan ini untuk menjaga ajaran agama manapun soal larangan perbuatan perzinahan dan kohabitasi agar tidak kemudian mempertentangkan RKUHP dengan agama.

Dia meminta tim perumus RKUHP dapat merumuskan norma pasal tentang perzinahan dan kohabitasi secara matang. Menurutnya, Pasal 417 tentang perzinahan berbeda konsepnya dengan perzinahan dalam ajaran Islam. Menurutnya, perbuatan perzinahan sebelum atau setelah menikah dengan orang lain yang bukan istrinya masuk dalam kategori perbuatan perzinahan. “Perzinahan ini aturannya penting supaya tidak melanggar norma agama,” tuturnya.

Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan HAM itu melanjutkan pernikahan siri sejatinya tak dapat dipidana saat tinggal dalam satu atap bersama pasangan. Tapi, Prof Abu Rokhmad menyarankan betul agar melakukan pernikahan secara legal agama maupun negara agar tercatat secara administratif di lembaga perkawinan.

“Meski pernikahan siri itu sah secara agama, tapi jangan sampai RKUHP mendorong masyarakat menikah siri, bisa repot kalau sampai begitu. Karena itu perlu dirumuskan secara tepat,” pintanya.

Penjelasan jadi filter

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Univesitas Jember I Gede Widhiana Suarda berpandangan setiap rumusan norma telah dibatasi agar penerapannya oleh aparat penegak hukum tidak menimbulkan multitafsir. Menurutnya, setiap pasal diperlukan penjelasan menjadi langkah awal dan utama. “Supaya KUHP nantinya tidak disalahgunakan oleh aparat penegak hukumnya. Jadi ini filter penting,” ujarnya.

Pria yang juga menjabat Wakil Dekan I Bidang Akademik FH Universitas Jember itu menilai tim perumus RKUHP pemerintah perlu membuka ruang bila terdapat masyarakat yang tidak sepaham atau keberatan dengan pengaturan pasal-pasal dalam RKUHP agar mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, hukum memberikan ruang sebagai hak publik menguji sebuah aturan ke MK sebagaimana diatur konstitusi.

Namun demikian, kata Gede begitu biasa disapa, tidak mengharapkan aparat penegak hukum menerapkan KUHP nasional menjadi alat ‘bermain’ bagi kepentingan tertentu. Akibatnya, malah menjadi pekerjaan rumah baru bagi negara memperbaiki sistem. Padahal RKUHP menjadi bagian dalam memperbaiki sistem hukum pidana.

“Untuk memastikan ini aparat penegak hukum melalui kontrol masing-masing, tentu presiden punya kewenangan dan wajib mengawasi bagaimana aparat penegak hukum menjalankan KUHP ini. Jadi proses pengawasan ini perlu diperhatikan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait