Jampidum Usul Revisi UU ITE Mengatur Penggunaan Artificial Intelligence
Terbaru

Jampidum Usul Revisi UU ITE Mengatur Penggunaan Artificial Intelligence

Ketika kecerdasan buatan menimbulkan tindakan pidana, perlu ditelusuri siapa yang bertanggungjawab. Asas penting dalam pidana yakni tidak ada pidana tanpa kesalahan. Karenanya penting merancang agar artificial intelligence tidak mengarah pada pelanggaran hukum.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Jampidum Fadil Zumhana. Foto: RES
Jampidum Fadil Zumhana. Foto: RES

Perkembangan teknologi sangat pesat dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Sayangnya hukum selalu ketinggalan dalam merespon perkembangan  hukum di tengah masyarakat. Apalagi dalam teknologi sudah muncul artificial intelligence alias kecerdasan buatan. Karenanya, peraturan perundangan perlu merespons dengan mengatur kecerdasan buatan tersebut.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana, mengatakan dalam proses penegakan hukum penting untuk mewujudkan keadilan substantif. Dalam beberapa waktu terakhir ada sejumlah kasus yang menyita perhatian masyarakat dan berkaitan dengan teknologi seperti kecerdasan buatan, Blockchain, dan kejahatan yang terjadi di ranah daring.

Pada intinya, masyarakat menginginkan adanya penegakan hukum dalam kasus yang melibatkan teknologi. Fadil berpendapat, hukum tak boleh berhenti karena harus mengikuti perkembangan masyarakat. Hukum perlu merespons perkembangan teknologi dan harus terus diperbarui dengan berbagai instrumen. Oleh karena itu Kejagung membuat pedoman dalam menangani perkara terkait dengan teknologi, dan menyiapkan jaksa untuk menangani perkara tersebut.

“Kejahatan seperti itu (menggunakan teknologi,-red) sekarang banyak,” katanya dalam kuliah umum bertema "Reformasi Hukum Pidana Nasional: Penegakan Keadilan dan Hukum dalam Peradilan," Senin (13/03/2023) kemarin.

Baca juga:

Kecerdasan buatan merupakan teknologi yang dapat membantu kehidupan manusia. Tapi Fadil menyebut, ketika kecerdasan buatan itu menimbulkan tindakan pidana, perlu ditelusuri siapa yang bertanggungjawab. Asas penting dalam pidana yakni tidak ada pidana tanpa kesalahan. Oleh karena itu penting untuk merancang agar artificial intelligence tidak mengarah pada pelanggaran hukum, sehingga bukan kecerdasan buatan tersebut yang perlu disalahkan.

Misalnya, mobil yang menggunakan teknologi artificial intelligence kemudian terlibat kecelakaan lalu lintas dan menyebabkan korban tewas. Fadil mengatakan siapa yang bertanggungjawab dalam peristiwa itu?. Pada dasarnya jika tidak ada kesalahan maka tidak bisa dipidana. Oleha karenanya perlu memasukan aturan artificial intelligence dalam draf Revisi UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait