Jaringan Kampus Hukum Muhammadiyah Nilai RKUHP Rekolonisasi
Terbaru

Jaringan Kampus Hukum Muhammadiyah Nilai RKUHP Rekolonisasi

Indonesia terancam mengalami kemunduran sebagai Negara Hukum yang demokratis. Karena banyak rancangan pasal yang menghalangi kebebasan sipil, kebebasan ekspresi, dan kebebasan pers.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ketua Fordek Hukum PTM, Tongat saat membacakan siaran pers kesimpulan Seminar Nasional berjudul 'Menyongsong RKUHP yang Berawasan HAM dan Demokratis. Foto: NEE
Ketua Fordek Hukum PTM, Tongat saat membacakan siaran pers kesimpulan Seminar Nasional berjudul 'Menyongsong RKUHP yang Berawasan HAM dan Demokratis. Foto: NEE

Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia (Fordek Hukum PTM) menyebut RKUHP terasa sebagai upaya rekolonisasi. Pernyataan itu disampaikan sebagai hasil Seminar Nasional berjudul “Menyongsong Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang Berawasan HAM dan Demokratis” bersamaan dengan pelantikan Pengurus Fordek Hukum PTM 2022-2024, Kamis (25/8/2022) malam.

“Fordek akan melakukan kajian secara komprehensif untuk memberikan sumbangan pemikiran secara kritis akademik terhadap penyusunan draf RUU KUHP,” kata Tongat membacakan siaran pers kesimpulan seminar, Jumat (27/8/2022) kemarin. Tongat adalah Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang dikenal sebagai pakar hukum pidana. Kini, ia resmi menjabat sebagai Ketua Fordek Hukum PTM periode 2022-2024.

Kesimpulan Fordek Hukum PTM yang menyebut RKUHP sebagai upaya rekolonisasi bukan tanpa dasar. Salah satu yang menjadi sorotan dalam seminar adalah sejumlah rancangan pasal yang mengancam kebebasan berekspresi. Salah satu narasumber seminar, Trisno Raharjo menggarisbawahi rancangan pasal tentang ideologi negara terkait ajaran Marxisme, Komunisme, pasal penyebaran berita bohong, pasal pencemaran nama baik, pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, serta pasal penghinaan pemerintahan, pasal penodaan agama dan kepercayaan sebagai contohnya. Tresno selaku Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilainya sebagai pasal bermasalah.

Baca Juga:

Pendapat serupa disampaikan narasumber lainnya, Herlambang P. Wiratraman selaku dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada. Ia menyebut isi RKUHP sebagai indikasi menguatnya authocratic legalism. “Politik hukum represif menguat seiring dengan upaya melegitimasi dan memanfaatkan representasi formal ketatanegaraan,” kata Herlambang.

Ia berharap proses pencerdasan publik oleh kampus hukum bisa mencegah fenomena ini. Salah satunya mencegah agar isi RKUHP saat ini dibenahi total sebelum disahkan. “Ancaman terhadap kebebasan sipil, kebebasan ekspresi, kebebasan pers, demikian nyata dan sungguh berbahaya bagi Negara Hukum demokratis,” kata dia.

Herlambang menilai sistem hukum pidana seharusnya beradaptasi dengan perkembangan peradaban manusia. Upaya menghidupkan sejumlah delik pidana yang mengekang kebebasan berekspresi membawa Indonesia kembali mundur serupa masa penindasan era kolonial. “Gagasan dan semangat reformasi hukum pidana, seharusnya merefleksikan sekaligus menuntun kita menuju negara hukum demokratis,” kata Herlambang menegaskan pandangannya.

Fordek Hukum PTM berjanji segera menuntaskan hasil kajian kritis akademik mereka atas RKUHP. “Hasil kajian itu akan kami sampaikan kepada eksekutif, legsislatif, tim penyusun dan perumus perancang RUU KUHP,” kata Tongat.

Forum yang dipimpin Tongat tercatat sebagai jaringan kampus hukum swasta terbesar di Indonesia. Ada tidak kurang dari 43 kampus hukum se-Indonesia milik Muhammadiyah. Tercatat sebanyak 39 kampus berbentuk Fakultas Hukum, 3 kampus berbentuk Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, dan 1 kampus berbentuk Program Studi dalam Fakultas Sains dan Humaniora. Fordek Hukum PTM percaya diri mampu menghasilkan kajian bermutu yang representatif untuk dipertimbangkan pemerintah sebelum RKUHP disahkan.

Tags:

Berita Terkait