Jejak Sang Hakim dalam Pendirian Posbakum
Mengenang Bismar:

Jejak Sang Hakim dalam Pendirian Posbakum

Di hampir setiap pengadilan ada ruang khusus bernama Posbakum. Nama Bismar Siregar terpatri kuat dalam embrio pembentukan layanan bantuan hukum di pengadilan itu.

MYS/NOV/RIA
Bacaan 2 Menit
Kantor Posbakum di PN Jakarta Timur di gedung baru di Penggilingan, Jakarta Timur. Foto: RES
Kantor Posbakum di PN Jakarta Timur di gedung baru di Penggilingan, Jakarta Timur. Foto: RES
Luhut MP Pangaribuan masih ingat peristiwa 1979 itu, ketika ia masih mahasiswa tingkat IV (sarjana muda) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sejumlah mahasiswa hukum, seperti Luhut, memutuskan ikut kursus asisten advokat yang diselenggarakan Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) Jakarta. Lokasinya di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

Begitu lulus kursus, para peserta kursus asisten advokat meneruskan praktik beracara di Pengadilan Negeri Utara-Timur. Sepanjang pengetahuan Luhut, Bismar adalah ketua pengadilan pertama yang memberi ‘restu’ pendirian Posbakum di pengadilan sekaligus memberi ruangan kepada para pengacara yang akan praktik. “Dulu Pak Bismar ketua pengadilannya. Dia mendukung sekaligus memfasilitasi posbakum yang pertama kali,” kenang advokat senior ini.

Ruang Posbakum, begitulah para pencari keadilan menyebut. Singkatan dari Pos Bantuan Hukum, sebuah mekanisme layanan bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang disediakan di kompleks pengadilan dan dikelola oleh pengacara. Embrio Posbakum tak lepas dari peran advokat Yan Apul Girsang dan hakim Bismar Siregar. Selaku Ketua PERADIN Jakarta Yan mengambil prakarsa, Bismar memfasilitasi ruangan di pengadilan.

Yan Apul Girsang wafat pada Februari 2015. Dua tahun sebelum meninggal dunia, pengacara kawakan berjiwa sosial itu mewariskan catatan penting tentang Posbakum dalam blognya, yanapul.blogspot.com. Ia menuliskan awal mula pendirian Posbakum. “Berawal dari kunjungan Ketua Asosiasi Advokat dari Jepang,” tulisnya.

Sebagai Ketua PERADIN Jakarta, Yan bertugas menemani sang tamu saat berkunjung ke PN Jakarta Barat. Tamu dari Negeri Sakura itu sempat melihat para tahanan dengan kepala plontos digiring ke ruang sidang. “Mana pembela (para tahanan itu)?”. Yan menjawab jujur; ‘tidak ada’.

Jauh di lubuk hatinya Yan Apul merasa peristiwa itu memalukan. Pertanyaan sang tamu dari Jepang mengusik hati nuraninya. Apakah tidak ada pengacara yang peduli nasib para tahanan dan memberikan mereka bantuan hukum? Dari sanalah kemudian muncul gagasan membuat sebuah pusat layanan bantuan kepada para pencari keadilan. Agar mudah diakses, pusat layanan itu harus didirikan di pengadilan.

Tidak mudah bagi Yan Apul merealisasikan gagasannya. Seorang petinggi Mahkamah Agung yang ditemui malah menyindir, apakah ada advokat yang mau memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada para pencari keadilan. Tekad sudah bulat, Yan Apul mendatangi ketua-ketua pengadilan negeri yang ada di Jakarta. Apalagi ada lampu hijau dari Ketua Umum PERADIN, R. Soenarto Soerodibroto. Yan melobi Bismar Siregar.

Di PN Jakarta Utara-Timur, gagasan Yan Apul laksana gayung bersambut. Cuma, Bismar mengatakan tidak ada ruangan kosong karena sudah dipakai untuk ruang hakim dan panitera. Yang tersisa hanya satu ruangan kecil di bawah tangga pengadilan. Yan Apul tak mempersoalkan. Jadilah ruangan kecil di bawah tangga PN Jakarta Utara-Timur itu disulap jadi ruang Posbakum. Sebuah mesin tik menemani. Bismar tak hanya menyetujui pendirian Posbakum di pengadilan yang dia pimpin, tetapi juga menyediakan ruangan dan fasilitas. Bahkan ia bersedia melantik 16 orang anak didik Yan Apul sebagai asisten advokat yang bertugas di PN Jakarta Utara-Timur.

****
Selembar surat bertarikh Kamis 16 Agustus 1979, diteken Bismar Siregar, masih tersimpan rapi di lemari Posbakum PN Jakarta Timur. Saat menyambangi layanan bantuan hukum yang kini bernama Posbakum Justitia itu, 9 Juli lalu, hukumonline diperlihatkan salinan surat itu oleh Ketua Posbakum PN Jakarta Timur, Tri Andayani Sangadji. “Penetapan asli dipegang pengadilan,” ujarnya.

Surat bernomor 05/P.A/1979 itu sebenarnya merupakan respons atas surat Ketua PERADIN Jakarta dua pekan sebelumnya. Surat inilah salah satu dokumen yang membuktikan andil Bismar Siregar dalam pendirian Posbakum di pengadilan. Bismar menyetujui penyediaan ruangan di PN Jakarta Utara-Timur yang ia pimpin sebagai tempat para asisten advokat ‘berkantor’. Ia juga ‘melantik’ mereka secara resmi.

Ada dua penetapan yang dibuat Bismar dalam surat itu. Pertama, menerima dan mendaftarkan para asisten advokat yang tercantum namanya dalam lampiran surat sebagai asisten advokat PERADIN pada PN Jakarta Utara-Timur. Kedua, membebaskan para calon advokat itu dari biaya pendaftaran para advokat. Pada saat itu Bismar menetapkan kebijakan setiap advokat terdaftar di pengadilan, dan mereka diminta membayar biaya pendaftaran. Kebijakan ini sempat diprotes advokat senior Yap Thiam Hien.

Bagi Bismar, tidak ada alasan untuk menolak permohonan Ketua PERADIN Jakarta. Sebab, penyediaan asisten advokat di pengadilan, khususnya di PN Jakarta Utara-Timur, ‘sejalan dengan program pemerintah dalam rangka pemerataan memperoleh peradilan’. Begitulah pertimbangan yang dibuat Bismar dalam surat penetapan tersebut.

Bismar tampaknya sadar ada kemungkinan kebijakannya memberikan izin pendirian Posbakum dipertanyakan orang. Salah satu yang mungkin ditanya adalah pijakan hukumnya. Ia khawatir dituduh latah, seperti yang dia sampaikan dalam sebuah acara PERADIN. “Latahkah ia bersama PERADIN Cabang Jakarta mendahului realisasi keinginan pemerintah tentang bantuan hukum bagi setiap pencari keadilan?”

Pertanyaan itu seharusnya tak perlu diajukan karena Pasal 35 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman sudah mengatur pemberian bantuan hukum. Kalaupun saat itu belum ada peraturan pelaksanaannya, menurut Bismar, tak perlu dipersoalkan. “Kalau demikian, apa sebab kita ragu menerapkan Pasal 35 UU No. 14 Tahun 1970 yang menjadi dasar hukum bantuan hukum itu? Sesungguhnya kita tidak perlu khawatir, tugas pembela memberi bantuan hukum bukan memutarbalikkan fakta dan kenyataan,” tulis Bismar dalam bukunya Hukum Acara Pidana (1983).

Percaya atau tidak, tak sampai satu tahun setelah Bismar menerima kehadiran Posbakum di PN Jakarta Utara-Timur, ditambah kehadiran LBH yang didirikan advokat Adnan Buyung Nasution, pemerintah menerbitkan aturan pelaksanaan bantuan hukum. Menteri Kehakiman Moedjono menerbitkan SK Menteri Kehakiman No. M.02.UM.09.08 Tahun 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum. Setahun kemudian, SK Menteri ini direvisi.

Selain itu, seperti termuat dalam majalah Hukum dan Keadilan edisi Januari-Februari 1980, persetujuan Bismar terhadap Posbakum tak lepas dari pandangan pribadinya. Bismar berargumen Tuhan tidak menghendaki ada orang teraniaya, tidak pula membiarkan orang menganiaya. Garis agama jelas, setiap perbuatan baik dianjurkan. Memberikan bantuan hukum kepada orang miskin atau pencari keadilan adalah bentuk perbuatan baik. Atas dasar itu, Bismar menyetujui gagasan Yan Apul.

Ia juga merasa tidak membuat perlakuan berbeda dengan layanan bantuan hukum lainnya. Malah, ia bersyukur jika semakin banyak lembaga sejenis yang mengabdikan diri demi tegaknya hukum dan keadilan. “Mudah-mudahan kesemua itu akan melembaga di seluruh Indonesia, sehingga pengabdian menerima dan atau mempraktikkan hukum lebih merata dapat terwujud,” tulis Bismar seperti dimuat pada majalah yang sama edisi September-Oktober 1980.

Ruangan kecil di bawah tangga yang disediakan Bismar sebagai awal pendirian Posbakum sudah tak ada lagi. Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur di Pulomas (dulu PN Jakarta Utara-Timur) sudah pindah ke kawasan Penggilingan, tak jauh dari kantor Wali Kota Jakarta Timur. Kini, ruangan Posbakum ada di bagian belakang pengadilan, dekat tangga darurat. Di ruangan kecil itu, empat kursi mengapit dua meja, whiteboard, kipas angin, sebuah dispenser. Plus sebuah lemari tempat menyimpan dokumen-dokumen, termasuk salinan penetapan yang diteken Bismar puluhan tahun silam.

Para pengacara penerus Posbakum seperti Tri Andayani dan sekretaris lembaga ini, Franky Simbolon, mewarisi cerita lisan dari Yan Apul dan orang-orang yang pernah berkecimpung di sana. Salinan dokumen penetapan Bismar adalah satu bukti kiprah Posbakum itu dalam litigasi diteruskan ke generasi-generasi berikutnya. “Hingga saat ini litigasi Posbakum ini berjalan sampai generasi kami,” kata Franky Simbolon, Sekretaris Posbakum Justitia PN Jakarta Timur.
Tags:

Berita Terkait