Jeratan Pidana Mengancam ACT Kalau….
Terbaru

Jeratan Pidana Mengancam ACT Kalau….

Kendati kepolisian masih tahap penyelidikan, namun bila terdapat peristiwa dan perbuatan pidana serta adanya alat bukti yang cukup, ancaman pidana menanti.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: RES
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: RES

Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) belakangan menjadi sorotan sejak terkuak adanya dugaan kebocoran dana yang dikumpulkan hingga ratusan miliaran rupiah. Donasi yang dikumpulkan diperuntukan bagi kemanusiaan itu dari para donatur ditengarai ada penyelewengan. Ramai-ramai berbagai kalangan pun menyorot. Termasuk dari kalangan pemerintah. Ancaman pidana dan pembekuan lembaga pun menghadang.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan pernah kali waktu memberi dukungan terhadap kegiatan ACT. Alasannya, karena pengabdian ACT dalam bidang kemanusiaan bagi warga Palestina, korban ISIS di Syiria dan bencana alam di Papua.

Tapi, bila dana yang dihimpun dari donatur ditengarai diselewengkan, selain menuai cercaan dan cibiran, turut pula menanti ancaman pidana bagi ACT. Dia pun telah meminta Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar bergerak cepat membantu Polri yang sudah memulai tahap penyelidikan kasus tersebut.

“Jika ternyata dana-dana yang dihimpun diselewengkan, maka ACT bukan hanya harus dikutuk, tapi juga hars diproses secara hukum pidana,” ujarnya melalui akun twitternya, Selasa (5/7/2022).

Baca juga:

Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad berpandangan kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana donasi yang dihimpin ACT mesti diselidik lebih dalam oleh pihak kepolisian. Karenanya menjadi keharusan kasus dugaan pidana tersebut diusut tuntas, khusus terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab menikmati dana donasi masyarakat.

Dasco mewanti-wanti agar audit mendalam terhadap pengelolaan dana yang dihimpun selama ini. Menurutnya Polri dan PPATK wajib bersinergi dalam membongkar ada tidaknya peristiwa dan perbuatan pidana. Berbagai transaksi keuangan dapat dilacak PPATK yang hasilnya bakal menjadi alat bukti Polri dalam membuat terang perkara.

Soal dibubarkan tidaknya ACT, bagi Dasco semua bergantung dari hasil penyelidikan kepolisian. Menurutnya, Komisi III sebagai mitra Polri dan PPATK bakal mengawasi kinerja kedua instansi tersebut dalam menangani kasus ini. Tapi begitu, Dasco meminta publik agar tak berspekulasi terhadap kasus tersebut.

“Serahkan saja kepada aparat penegak hukum. Kami meminta aparat hukum untuk mengusut tuntas kasus ini,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu pun meminta kepolisian menindak tegas dugaan penyelewenangan dana umat yang bila terbukti dilakukan oleh lembaga filantropi dan organisasi sosial lainnya. Kendati kasus ACT masih tahap penyelidikan dan mencari terang perkara, tapi menjadi pembelajaran bagi lembaga filantoropi dan organisasi sosial lainnya agar meningkatkan kehati-hatian dalam mengelola dana umat. Sebab masyarakat yang mendonasikan dananya berharap digunakan maksimal bagi kepentingan kemanusiaan yang memerlukan.

Sementara Ketua Komisi VIII Yandri Susanto berpendapat, oknum yang menyelewengkan dana umat mesti diganjar sanksi tegas secara hukum. Baginya, sanksi tegas dari aparat penegak hukum menjadi keharusan dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga penghimpun dana bantuan kemanusiaan.

Pemerintah pun mesti menertibkan lembaga filantropi maupun organisasi penghimpun dana masyarakat secara ketat. Bahkan bila perlu, dibentuk komisi pengawas yayasan filantoropi. Dengan demikian ada saluran masyarakat dalam mengadu atau melaporkan atas dugaan penyimpangan dana yang dihimpun oleh lembaga atau organisasi sosial untuk dapat ditindak tegas.

Bukan golongan LAZ

Wakil Ketua Komisi VIII TB Ace Hasan Syadzily berpandangan dana yang dikelola ACT mesti diaudit dan dilaporkan ke publik. Menurutnya kasus yang menjerat ACT menjadi evaluasi dan informasi agar masyarakat dapat memilah milih lembaga filantropi saat hendak mendonasikan dananya bagi kemanusiaan. Menurutnya, dana masyarakat yang dikelola lembaga filantropi mesti transparan ke publik. Termasuk dalam pengelolaan biaya operasional manajemen lembaga.

Terhadap kasus ACT, Ace pun berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk mendapatkan informasi indentitas keorganisasian ACT. Hasilnya, ternyata ACT tidak masuk dalam golongan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dengan demikian, ACT tak diperbolehkan menghimpun dan mengelola zakat, infaq dan shadaqoh.

“Kalau mereka mengumpulkan dana dari masyarakat atas nama zakat iinfaq shadaqoh tentu harus melaporkan ke Baznas,” pungkas politisi Partai Golkar itu.

Sebelumnya, Presiden ACT, Ibnu Khajar mengatakan menghadapi dinamika lembaga dan situasi sosial ekonomi pasca pandemi, sejak Januari 2022 lembaga yang dipimpinnya telah merestrukturisasi organisasi. Selain melakukan penggantian Ketua Pembina ACT, dengan 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative di Turki, Palestina dan Jepang, ACT melakukan banyak perombakan kebijakan di internal. Ini penting dilakukan, untuk mendorong laju pertumbuhan organisasi.

"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga. Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor ACT di Menara 165, Jakarta Selatan pada Senin (4/7/2022) kemarin.

Menurutnya, restrukturisasi upaya penyesuaian masa jabatan pengurus menjadi tiga tahun dan pembina menjadi empat tahun. Selain itu, sistem kepemimpinan bakal diubah menjadi bersifat kolektif kolegial yakni melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan kebijakan melalui mekanisme musyawarah mufakat.

Mekanisme ini juga akan diawasi secara ketat oleh Dewan Syariah yang telah dibentuk ACT. Terkait fasilitas yang didapatkan, Ibnu menegaskan telah ada penyesuaian sejak dilakukannya restrukturisasi. Seluruh fasilitas kendaraan Dewan Presidium ACT adalah Innova. Kendaraan tersebut pun tidak melekat pada pribadi, melainkan dapat digunakan untuk keperluan operasional tim ACT.

Menurutnya, bila sebelumnya rata-rata operasional ACT termasuk gaji para pimpinan pada periode 2017 hingga 2017 sebesar 13,7 persen. Rasionalisasi pun dilakukan sejak Januari 2022. “Insya Allah, target kita adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025. Namun tentu perlu ikhtiar dari masyarakat sehingga bisa melakukan distribusi bantuan sebaik-baiknya,” ujarnya.

Dia memastikan terhadap semua permasalahan yang sebelumnya terjadi di tubuh ACT telah diselesaikan sejak Januari 2022. “Saat ini kami telah berbenah untuk mengoptimalkan penyaluran kedermawanan ke para penerima manfaat,” katanya.

Sebagaimana diberitakan Majalah Tempo, ACT mengumpulkan donasi masyarakat sebesar Rp540 miliar periode 2018-2020. Mencengangkan publik, petinggi ACT disebut-sebut diduga bergaji Rp250 juta per bulan serta menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard. Bahkan menggunakan dana donasi untuk operasional yang berlebihan. Kasus ini mulai diselidiki pihak kepolisian.

Tags:

Berita Terkait