Jimly: Omnibus Law Mestinya untuk Penataan Regulasi Menyeluruh
Utama

Jimly: Omnibus Law Mestinya untuk Penataan Regulasi Menyeluruh

Jimly mengusulkan RUU Pemindahan Ibukota Negara dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Kalimantan Timur (Kaltim) dapat dijadikan contoh penerapan omnibus law sebagai pilot project pertama (perdana) ketimbang omnibus law pada RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU UMKM.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RES
Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RES

Gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk omnibus law (penyederhanaan regulasi) yang hanya diarahkan pada Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penciptaan Lapangan Kerja dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kembali dikritik. Kini, kritikan dan masukan datang dari Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Jimly Asshiddiqie.

 

“Penerapan ide UU Omnibus Law itu hendaknya tidak hanya terbatas pada persoalan perizinan dan kemudahan berusaha saja,” ujar Prof Jimly dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (20/11/2019). Baca Juga: Pemerintah Diminta Susun Naskah Akademik dan Draft RUU Omnibus Law

 

Jimly menyarankan seyogyanya pembentukan omnibus law diarahkan hal yang lebih luas sebagai upaya menyeluruh dan terpadu dalam rangka penataan sistem hukum dan pembentukan perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Sebab, seringkali antar UU dan produk hukum lain (di bawahnya) mengatur materi muatan yang serupa/sama (tumpang tindih pengaturan). Hal ini menyebabkan ketidakterpaduan yang ujungnya menyulitkan penerapan di lapangan.

 

Mantan Ketua Mahkamah Konstititusi periode 2003-2008 itu memberi contoh sejumlah UU yang memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Seperti, UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu; UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (UU Pilkada). Keduanya memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan banyak UU lain.

 

Misalnya, UU No.2 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik; UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; UU No.16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas; dan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

 

“Sejumlah UU itu ada irisan yang dapat diatur secara terpadu melalui pendekatan omnibus law,” usulnya.  

 

Dia melanjutkan harmonisasi (sinkronisasi) sejumlah UU itu dapat dilakukan secara efektif dan efisien dalam satu paket UU yang bersifat menyeluruh untuk memudahkan penerapannya di lapangan. “Sejumlah UU yang saling terkait itu dapat pula dikodifikasikan secara ‘administratif’ menjadi satu kesatuan Kitab Undang-Undang Hukum Pemilihan Umum,” ujarnya mencontohkan.

Tags:

Berita Terkait