Jimly Asshiddiqie: MK Wajib Teliti Legal Standing Pemohon Uji Materi UU KPK
Berita

Jimly Asshiddiqie: MK Wajib Teliti Legal Standing Pemohon Uji Materi UU KPK

Majelis MK Diminta cermat menilai posisi legal standing para pemohon dalam empat permohonan pengujian UU Perubahan KPK itu.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Ketiga, Perkara No. 62/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan oleh seorang pengacara bernama Gregorius Yonathan Dewikaputra. (Baca juga: Advokat Ini Turut Minta MK Batalkan Perubahan UU KPK)

 

Keempat, Perkara No. 70/PUU-XVII/2019. Mereka adalah Fathul Wahid (Rektor UII), Abdul Jamil (Dekan Fakultas Hukum UII), Eko Riyadi (Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia UII), Ari Wibowo (Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UII), dan Mahrus Ali (Dosen FH UII). (Baca juga: UII Yogyakarta Turut ‘Gugat’ Uji Perubahan UU KPK)

 

Jimly juga mengingatkan hak konstitusional para pemohon yang merasa dirugikan atas berlakunya UU KPK itu harus diuraikan secara jelas, yang sifatnya kerugian secara nyata atau potensi mengalami kerugian. Menurutnya, kerugian potensial itu belum tentu nantinya dirugikan, sehingga perlu dibuktikan secara konstitusional dalam bagian legal standing“Jangan kerugian itu hanya asumsi, tetapi harus dibuktikan." 

 

Misalnya, seperti para advokat yang mengajukan uji materi UU KPK, perlu dijelaskan para advokat itu punya hak konstitusional yang dirugikan atau tidak. "Harus dicek dulu substansi haknya, apakah hak konstitusional para advokat dirugikan saat menjalani profesinya? Apa relevansinya profesi advokat dengan berlakunya UU KPK? Harus detail letak kerugiannya dimana? Hakim Konstitusi harus detail di sini ketika memberikan pertimbangan hukum, sebelum mempertimbangkan substansi (pokok) perkara,” tegasnya.

 

"Jika seorang advokat mengajukan uji materi UU KPK harus dilihat juga sudah pengalaman berapa tahun dia membela kasus tindak pidana korupsi? Kalau daftar advokatnya banyak harus dirinci satu-satu advokat yang memiliki relevansi dan mengalami kerugian konstitusional. Misalnya, ada 60 advokat, tapi boleh jadi hanya 5 advokat yang relevan memiliki legal standing. Itu harus dipertimbangkan dalam putusannya nanti. Jadi, berperkara di MK itu tidak sembarangan, bukan perkara nyambi-nyambi mau cari top,” kata Jimly.

 

Tidak hanya advokat, mahasiswa dan dosen pun demikian. Jimly mengingatkan mahasiswa dan dosen pun harus menguraikan relevansi kerugian konstitusionalnya dengan berlakunya UU KPK yang dimohonkan. “Jika dosen, apakah dia mengalami kesulitan mengajar gara-gara UU KPK berubah, jadi pusing dia? Mahasiswa juga begitu, harus dinilai satu-satu relevansi kerugian hak konstitusionalnya apa. Jadi, jangan semua mesti diterima (legal standing-nya). Ini harus diselesaikan dalam sidang pendahuluan,” kata dia.

 

Demikian pula, kata Jimly, ketika pemohon mendalilkan dirinya sebagai pembayar pajak dengan bukti pembayaran pajak, tapi tetap harus relevan dengan kerugian konstitusional yang dialaminya secara jelas, sehingga dia mengajukan judicial review.. Menurutnya, alasan pembayar pajak itu masih sangat luas, sehingga kalau status pembayar pajak sering dijadikan alasan memberi legal standing, akan terlalu banyak orang yang mempunyai legal standing dalam setiap pengujian UU. 

 

"Untuk itu, Majelis MK harus cermat menilai posisi legal standing para pemohon dalam empat permohonan pengujian UU Perubahan KPK itu," tegasnya. 

Tags:

Berita Terkait