Jumlah Hakim dan Mediator Perempuan di Indonesia Masih Minim
Berita

Jumlah Hakim dan Mediator Perempuan di Indonesia Masih Minim

Hakim dan mediator perempuan peranannya sangat penting untuk mempertimbangkan keseimbangan jender dalam Pengadilan Hubungan Industrial. Perempuan perlu diberi lebih banyak kesempatan dalam tatanan hukum.

Leo
Bacaan 2 Menit
Jumlah Hakim dan Mediator Perempuan di Indonesia Masih Minim
Hukumonline
Demikian disampaikan International Labour Organization dalam sebuah siaran pers dalam rangka memperingati Hari Kartini yang diterima hukumonline hari ini. Menurut ILO, dari berbagai alegasi terhadap diskriminasi pekerjaan hingga pelanggaran hak-hak kerja, pengadilan merupakan tempat terakhir dimana perempuan mencari keadilan. Dengan semakin banyaknya perempuan memasuki dunia kerja, pengadilan menjadi kunci utama bagi perempuan dalam mencari keadilan.

Berdasarkan data yang ILO peroleh, jumlah hakim dan mediator perempuan di Indonesia masih rendah. Di pengadilan negeri, hakim perempuan hanya sekitar 16,2 persen, sementara di Mahkamah Agung prosentasenya lebih kecil lagi, 15,6 persen. Kemudian, data yang diterima dari Depnakertrans menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan mediator perempuan untuk masalah ketenagakerjaan hanya berjumlah 150 dari 1.102 mediator di Indonesia (15 persen).

ILO berpandangan, dengan hanya sekitar 16 persen hakim dan mediator adalah perempuan, sangatlah penting untuk mempertimbangkan keseimbangan jender dalam Pengadilan Hubungan Industrial (Undang-undang No.12/2004).

Ada suatu kebutuhan yang mendesak untuk mengubah sikap terhadap perempuan dalam dunia ketenagakerjaan. Keprihatinan perempuan seringkali luput dalam proses perundingan bersama, ujar Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia. Ia menambahkan, organisasinya senantiasa mendukung upaya memberikan lebih banyak kesempatan terhadap perempuan dalam tatanan hukum.

Menurutnya, kehadiran perempuan di dalam Pengadilan Hubungan Industrial akan membawa beberapa dampak positif. Pertama, kehadiran perempuan—atau siapapun yang tegolong minoritas—memungkinkan kelompok mayoritas melihat permasalahan secara berbeda. Kedua, apabila terdapat lebih banyak hakim perempuan, sistem pengadilan akan mempunyai perspektif dan kesadaran akan isu jender yang lebih luas. Misalnya, dengan hanya melihat perosalan menyangkut kekerasan domestik dan kekerasan terhadap anak, masyarakat dapat mengetahui adanya perubahan sikap peradilan dalam menangani permasalahan tersebut.

Ketiga, kehadiran hakim perempuan dalam Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengirimkan pesan yang jelas bahwa semua posisi dalam sistem dan tatanan hukum pun tersedia bagi perempuan. Lingkungan kerja semakin memiliki kapasitas untuk memahami dan menghargai keunikan, kualifikasi, perspektif dan kontribusi yang dapat diberikan kaum perempuan.

Tags: