Kala Dubes RI Abdul Kadir Jailani Angkat Bicara tentang Hukum Internasional
Utama

Kala Dubes RI Abdul Kadir Jailani Angkat Bicara tentang Hukum Internasional

Di balik setiap norma hukum internasional pasti ada politik. Pengajaran hukum internasional harus mempersiapkan untuk menghadapi realitas sosial, bukan sekadar normatif.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Bagaimana seharusnya pengajaran hukum internasional dikembangkan di kampus?

Menurut pandangan saya, walaupun keadaan sekarang sudah jauh lebih bagus dibandingkan saat saya kuliah. Pengajaran hukum internasional di kampus perlu lebih merespon kebutuhan praktik di bidang hukum internasional. Saya melihat masih banyak peluang yang bisa dilakukan. Contohnya di beberapa universitas, mata kuliah yang diajarkan terlalu fokus pada hukum diplomatik atau hukum organisasi internasional. Bukan berarti itu tidak penting, tetapi ketika di lapangan praktik, siapa saja yang akan menggunakan hukum itu? Siapa yang akan memerlukan hukum diplomatik itu nanti?

 

Pengalaman saya sebagai diplomat, jika Anda tidak dilibatkan menangani kasus yang memerlukan diplomasi, Anda tidak akan pernah menggunakan itu. Maksud saya, perlu untuk menyediakan mata kuliah yang lebih banyak diperlukan orang. Hukum diplomatik itu hanya akan digunakan sekelompok kecil orang. Kalau sekadar untuk mengetahui, masih ada isu lain yang lebih perlu diajarkan tentang hukum internasional.

 

Hukumonline.com

 

Apa saja isu lain tersebut?

Saat ini semua bidang hukum nasional selalu memiliki aspek hukum internasional di dalamnya.  Baik itu aspek perdata internasional maupun internasional publik. Saya rasa sebaran mata kuliah bidang hukum internasional perlu dilihat kembali. Misalnya saja mata kuliah hukum ekonomi internasional itu lebih menarik untuk diperdalam.

 

Hal apa lagi yang menjadi kebutuhan berdasarkan perkembangan praktik?

Kalau menurut saya, setiap kampus idealnya memiliki karakter masing-masing. Tidak harus sama dalam pengajaran hukum internasional. Ada yang fokus pada hukum laut, lainnya soal hukum investasi, semacam itu akan lebih baik.  Ini bahkan tidak hanya dalam hal hukum internasional, tapi juga pada bidang hukum lainnya. Maksud saya ada kampus yang fokus pada hukum perburuhan, atau hukum pidana, hak asasi manusia, macam-macam lah. Kampus kan bisa membuat berbagai pusat studi sendiri. Menurut saya beberapa kampus juga sudah melakukannya.

 

Hukum internasional ini sangat luas. Tidak mungkin kampus bisa memenuhi semua kebutuhan dalam praktik. Jadi, yang bisa dilakukan adalah memilah kebutuhan mendasar dengan pilihan pengembangannya. Prioritaskan pada pilihan yang memang menjadi kebutuhan pasar.

 

Saya ambil contoh hukum ekonomi internasional yang tadi disebutkan, lalu hak asasi manusia atau juga hukum lingkungan. Sarjana hukum dengan peminatan hukum internasional kan tidak harus menjadi diplomat, bisa juga menjadi pegiat di international NGO dan semacamnya. Perlu dilihat apa yang menjadi kepentingan nasional kita. Nah, hukum lingkungan itu wacana yang penting sebagai bahasan hukum internasional.

 

Ada satu lagi yang paling penting di masa mendatang. Bagaimana kita mengantisipasi digital life, artificial intelligence, digital law, yang semakin berkembang? Itu semua membuat isu kedaulatan dan otoritas menjadi samar. Contohnya masalah bitcoin. Itu bernilai tanpa otoritas lho ya. Apakah hukum masih diperlukan? Blockchain? Lalu berbagai inovasi produk layanan keuangan. Bagi saya, ini persoalan yang nyata. Di masa mendatang, isunya bukan lagi nasional atau internasional lagi. Kehadiran negara pun jadi dipertanyakan. Muncul berbagai sistem tanpa otoritas. Nah, bagaimana kampus bisa merespon perkembangan ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait