Kasus Baiq Nuril, Rieke Dyah Pitaloka: Penegak Hukum Harusnya Menggunakan Prinsip Kausalitas
Pojok MPR-RI

Kasus Baiq Nuril, Rieke Dyah Pitaloka: Penegak Hukum Harusnya Menggunakan Prinsip Kausalitas

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual Meti segera disahkan. Data Komnas Perempuan tahun 2001 – 2011, setiap hari setidaknya terjadi kekerasan seksual terhadap 35 perempuan. Artinya, setiap dua jam terjadi kekerasan seksual terhadap tiga perempuan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Pegawai honorer di SMAN 7 Nusa Tenggara Barat, Baiq Nuril  ramai diperbincangkan belakangan terakhir  dihadirkan dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Media Center MPR/DPR, Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (21/11). Kehadiran Baiq Nuril menyita perhatian wartawan parlemen yang mengikuti diskusi dengan tema “Perlindungan Perempuan dan Ancaman Kekerasan Seksual”. Dalam diskusi Empat Pilar MPR ini, Baiq Nuril mengatakan akan berjuang bersama perempuan-perempuan lain yang mengalami kekerasan seksual namun tidak mampu bersuara. 

 

“Saya akan berjuang untuk wanita-wanita dan perempuan-perempuan di Indonesia agar tidak ada lagi kekerasan seksual terjadi para perempuan. Segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” katanya.  

 

Baiq Nuril  divonis Mahkamah Agung (MA) melalui putusan kasasi dengan  hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Nuril dianggap bersalah melanggar UU ITE karena menyebarluaskan konten elektronik yang bemuatan asusila. Dokumen elektronik itu adalah rekaman percakapan telepon dari Kepala Sekolah SMAN 7 kepada Baiq Nuril yang dianggap berisi muatan pornografi. Baiq Nuril menyimpan rekaman percakapan itu karena menganggap telah mengalami pelecehan seksual dari kepala sekolah.

 

Anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengatakan bahwa Komnas Perempuan sudah merilis kondisi saat ini dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Dalam kasus Baiq Nuril, Rieke menyebutkan penegak hukum seharusnya menggunakan prinsip kausalitas, sebab-akibat. Artinya, bukan hanya dilihat dari sisi akibat, tetapi juga harus melihat sebabnya. “Seharusnya MA melihat apakah benar terjadi kekerasan seksual terhadap korban Baiq Nuril,” ujarnya.

 

Karena itu, Rieke  mendukung Baiq Nuril untuk melaporkan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan kepala sekolah SMAN 7 ke Polda NTB. “Sehingga persoalan kekerasan seksual ini seharusnya menjadi perhatian dari semua pihak. Kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapa saja,” kata anggota Komisi VIII DPR ini. 

 

Rieke menyebutkan penting untuk segera disahkan revisi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dibahas Komisi VIII DPR. “Agar ada kepastian hukum,” tegasnya.

 

Komisioner Komnas Perempuan Masruchah sependapat dengan Rieke Diah Pitaloka. Menurut Masruchah, saat ini banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan di negeri ini. Karena itu Komnas Perempuan dan gerakan  masyarakat sipil telah mendorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sejak tahun 2015.  “Kami meminta RUU itu menjadi RUU prioritas. Sejak April 2017, Komisi VIII sudah ditugaskan untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena faktanya kekerasan seksual di Indonesia sudah tidak bisa ditolerir lagi,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait