Kasus Indosurya Mendorong Pemerintah Revisi UU Perkoperasian
Terbaru

Kasus Indosurya Mendorong Pemerintah Revisi UU Perkoperasian

Terutama memberi kewenangan Kemenkop UKM untuk mengawasi praktik perkoperasian yang menyimpang dan penjatuhan sanksi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Kiri ke kanan: Menkop Teten Masduki, Menkopolhukam Moh. Mahfud MD, Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto usai rapat koordinasi. Foto: tangkapan layar Youtube Kemenkopolhukam.
Kiri ke kanan: Menkop Teten Masduki, Menkopolhukam Moh. Mahfud MD, Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto usai rapat koordinasi. Foto: tangkapan layar Youtube Kemenkopolhukam.

Nama Henry Surya belakangan menjadi pusat perhatian publik. Terdakwa dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya  itu divonis lepas oleh majelis hakim pimpinan Syafrudin Ainor di Pengadilan Negeri Jakarta Barat beberapa hari lalu. Pemerintah buru-buru ambil langkah upaya hukum kasasi. Bahkan, dalam waktu dekat bakal mengajukan revisi terhadap UU No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

Menteri Koordinator  Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh. Mahfud MD mengatakan pemerintah bakal mengusulkan revisi UU 17/2012 pasca putusan bebas kasus penggelapan dana nasabah KSM Indosurya yang diajukan kasasi itu. Keputusan pemerintah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) bulat setelah melakukan rapat koordinasi dengan sejumlah instansi penegak hukum. Tindak lanjutnya, pemerintah pun bakal membenahi aturan tentang perkoperasian dengan merevisi UU 17/2012.

“Kita memohon pengertian kepada DPR kita akan merevisi UU Koperasi,” ujar Mahfud MD usai menggelar Rapat Koordinasi dengan Menteri Koperasi (Menkop) Usaha Kecil Menengah (UKM), Kejaksaan Agung, dan Mabes Polri sebagaimana disiarkan chanel Youtube Kemenkopolhukam, Jum'at (27/1/2023).

Baca Juga:

Dia menilai ada kelemahan dalam UU 17/2012, khususnya soal pengawasan. Mengacu Pasal 48 UU 17/2012 tidak mengatur pengawasan yang ketat seperti halnya dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam UU Perkoperasian, aturan yang berlaku koperasi mengawasi dirinya sendiri. Alhasil, pemerintah melalui Kemenkop UKM maupun lembaga pengawas lainnya tidak dapat turut terlibat dalam menjalankan fungsi pengawasan.

Pasal 48 ayat (1) UU Perkoperasian menyebutkan, Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota”. Sementara ayat (2) menyebutkan, “Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi: a. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan”. Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar”.

Ironisnya, banyak kasus yang menyandung entitas koperasi dengan nasabah yang menyimpan tabungannya malah menjadi korban. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menuturkan praktik pengawasan hanya dapat dilakukan ‘pihak koperasi sendiri’ akibatnya kerapkali berpotensi terjadi penyelewengan dana nasabah.

“Pemerintah tidak bisa ikut mengawasi, baru sesudah terjadi (kasus hukum pemerintah, red) dipaksa ikut (mengawasi, red),” ujarnya.

Mantan Menteri Pertahanan era Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid itu melanjutkan melalui revisi UU Perkoperasian sebagai upaya mencegah agar praktik penipuan berkedok koperasi dapat diakhiri dan ditangkal di masa mendatang. Dia mengimbau masyarakat berhati-hati agar tidak sembarangan menyimpan dananya di koperasi, sehingga  peristiwa serupa tak lagi berulang. Masyarakat  pun diimbau agar  menyimpan dananya di lembaga keuangan resmi yang dapat menjamin keamanan uang nasabah, seperti perbankan.

“Kalau seperti ini siapa yang mau disalahkan, pemerintah tidak ikut tiba-tiba hal itu terjadi. Dalam UU, pemerintah tidak boleh melakukan pengawasan terhadap koperasi,” katanya.

Menkop UKM Teten Masduki mengatakan kasus KSP Indosurya menjadi preseden buruk bagi dunia koperasi simpan pinjam. Ia menilai putusan pengadilan mengabaikan rasa keadilan bagi ribuan nasabah anggota KSP Indosurya. Selain melakukan kasasi, kasus tersebut menjadi pelajaran penting dalam praktik perkoperasian.

Karena itu, pemerintah bakal mengajukan revisi UU 17/2012. Tujuannya, kata Teten, agar ada kewenangan Kemenkop UKM dalam mengawasi praktik perkoperasian untuk mencegah terjadinya penyelewengan. Adanya peristiwa seperti kasus KSP Indosurya, pemerintah tidak memiliki kewenangan memberikan sanksi pidana bagi manajemen koperasi yang nakal.

Untuk diketahui, RUU Perkoperasian di parlemen sempat dibahas oleh DPR periode 2014-2019. Pembahasan RUU Perkoperasian di DPR sebagai tindak lanjut putusan MK No.28/PUU-XI/2013. Tapi sayang, RUU Perkoperasian tak diboyong dalam rapat paripurna. Dengan demikian, RUU Perkoperasian masuk dalam daftar kumulatif terbuka yang pembahasannya dapat dilakukan di luar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Kasus KSP Indosurya disebut sebagai kasus pemungutan dana ilegal dari masyarakat terbesar. Tak main-main, dana yang berhasil dikumpulkan ditaksir mencapai angka Rp106 triliun dengan 23 ribu nasabah sebagai korban. Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Barat memutus terdakwa Henry Surya yang merupakan Bos Indosurya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolgingatas tindak pidana penipuan dan penggelapan dana nasabah KSP Indosurya. 

Majelis menyatakan terdakwa Henry Surya terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata. Padahal, Jaksa Penuntut Umum sebelumnya mengajukan tuntutan 20 tahun penjara dan denda Rp200 miliar kepada Henry Surya karena diduga melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin otoritas terkait dengan kerugian ekonomi korban sebesar Rp16 triliun. 

Tags:

Berita Terkait