Kasus Nirina, Wamen ATR/BPN: Kami Sedang Investigasi Internal
Terbaru

Kasus Nirina, Wamen ATR/BPN: Kami Sedang Investigasi Internal

Kementerian ATR/BPN telah membentuk Satgas Anti Mafia Tanah, menjalin MoU dengan Kepolisian, dan kejaksaan. Selama ini kasus mafia tanah hanya 125 kasus dan dibawa ke ranah hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber diskusi daring bertajuk 'Mengungkap Kiprah Mafia Tanah', Rabu (24/11/2021). Foto: ADI
Narasumber diskusi daring bertajuk 'Mengungkap Kiprah Mafia Tanah', Rabu (24/11/2021). Foto: ADI

Kasus sengketa pertanahan yang dialami aktris Nirina Zubir mendapat sorotan banyak pihak karena ditengarai kasus itu bagian dari modus yang dilakukan mafia tanah. Nirina menceritakan kasus ini berawal dari almarhumah ibunya yang ketika itu mengungkapkan jika beberapa sertifikat tanah yang dimilikinya hilang.

Sertifikat itu diletakan di lemari kamar ibunya, dan setelah ditelusuri diduga kuat surat penting itu diduga dicuri oleh asisten rumah tangga ibunya. Kemudian asisten tersebut menawarkan jasa notaris yang bisa membantu untuk mengurus persoalan tersebut. Tapi, ujungnya 6 sertifikat tanah yang diurus itu sudah berganti nama orang lain.

“Jadi surat itu (sertifikat tanah, red) dicuri asisten, kemudian dia bilang kalau surat itu hilang kemudian menawarkan jasa notaris,” kata Nirina mengungkap kasus yang dialaminya dalam diskusi secara daring bertajuk “Mengungkap Kiprah Mafia Tanah”, Rabu (24/11/2021). (Baca Juga: PP INI Dalami Keterlibatan Notaris dalam Kasus Nirina Jubir)

Awalnya Nirina dan keluarganya berupaya menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dengan mantan asistennya itu. Tapi sayangnya tidak membuahkan hasil sesuai harapan. Alhasil, kasus ini telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Saat ini, beberapa orang sudah ditahan termasuk mantan asistennya.

Nirina berharap kasus ini dapat segera dituntaskan agar sertifikat tanah yang telah beralih nama itu kembali seperti semula. Dia juga meminta perlu ditelusuri keuntungan yang diperoleh pelaku dari kejahatan yang telah dilakukannya agar tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Dia mengaku setelah mempublikasi kasus yang dialaminya ini kepada publik, dirinya mendapat banyak pesan masuk yang isinya menceritakan persoalan serupa. Dari banyaknya pesan itu dapat disimpulkan ternyata tidak sedikit masyarakat yang mengalami kasus yang sama di bidang pertanahan. Belajar dari kasusnya ini, Nirina berharap pemerintah dan aparat terkait dapat menyelesaikan kasus pertanahan yang dialami masyarakat.

Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra, menyebutkan idealnya satu bidang tanah teregistrasi dalam satu sertifikat dan atas nama satu orang. Dalam meregistrasi bidang tanah pihak ATR/BPN hanya melihat prosedur yang dilalui dalam proses peralihan hak. Misalnya para pihak melakukan jual beli kemudian ada akta notaris.

Untuk kasus yang menimpa Nirina, Surya mengatakan jika terbukti ada pemalsuan dokumen permohonan hak atas tanah, ATR/BPN wajib membatalkannya dengan alasan ada kesalahan administrasi. Tapi kasus ini sudah berproses di kepolisian dan ATR/BPN menunggu hasilnya.

“Kalau sudah masuk proses pidana, biarkan aparat kepolisian yang memeriksa kebenaran materiilnya. Kalau bukti sudah lengkap harusnya dapat cepat diproses di pengadilan,” ujarnya.

Surya menjelaskan lembaganya sedang melakukan investigasi internal untuk mengungkap kasus yang dialami Nirina. Apalagi, kementerian ATR/BPN telah membentuk Satgas Anti Mafia Tanah, menjalin MoU dengan Kepolisian, dan kejaksaan. Dia mengakui mafia tanah sangat meresahkan semua pihak termasuk pemerintah.

“Masyarakat yang mengalami kasus seperti ini banyak, tapi memang yang terpublikasi hanya beberapa kasus, terutama yang menimpa Nirina,” ujarnya.

Permohonan pengajuan hak atas tanah yang diterima ATR/BPN dalam satu tahun sangat banyak. Surya mencatat untuk Jakarta mencapai 50 ribu permohonan. Dari jumlah itu yang terungkap berkaitan dengan mafia tanah hanya 125 kasus dan dibawa ke ranah hukum.

Proses validasi pengajuan permohonan itu harus dilakukan dengan baik dan ke depan akan dilakukan transformasi digital untuk semua dokumen pertanahan, seperti warkah tanah dan sertifikat guna meminimalkan potensi pemalsuan. Selain itu, untuk memberantas mafia tanah perlu menekankan PPAT yang berintegritas.

Untuk kasus Nirina, Surya mengatakan akun 3 PPAT yang terlibat sudah dibekukan, dan dokumen serta warkah tanah terkait sudah dilakukan pemblokiran agar tidak terjadi transaksi. Sejak Satgas Anti Mafia Tanah dibentuk jumlah kasus relatif turun dari 700 kasus di DKI periode 2015-2020 menjadi 5 kasus di tahun 2021.

“Nah ini jangan berhenti disini, (pemberantasan mafia tanah, red) harus terus dilakukan walau ganti Menteri,” usulnya.

Surya menambahkan kasus yang dialami Nirina ini sebagai preseden untuk menuntaskan kasus serupa secara cepat. Modus yang banyak digunakan mafia tanah, antara lain pemalsuan dan penggelapan dokumen. Upaya lain yang dilakukan pemerintah yakni mendaftarkan semua bidang tanah di Indonesia yang sampai sekarang sudah terdaftar sebanyak 129 juta bidang tanah.

“Memang ada niat kuat pemerintah untuk membereskan mafia tanah. Tapi memang harus diselesaikan secara sistemik,” katanya.

Tags:

Berita Terkait