Kebakaran Lapas Klas I Tangerang Momentum Evaluasi Total Manajemen Pemasyarakatan
Utama

Kebakaran Lapas Klas I Tangerang Momentum Evaluasi Total Manajemen Pemasyarakatan

Mulai pembenahan fasilitas bangunan gedung lapas-rutan, over kapasitas, hingga evaluasi peraturan pemidanaan yang menyulut overcrowding lapas-rutan. Hanya saja, overcrowding rutan-lapas dan pengelolaan lapas berimbas pada penganggaran yang menjadi kendala tersendiri.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Tangerang yang berujung 41 warga binaan meninggal dunia dan puluhan korban luka-luka menimbulkan keprihatinan dan perhatian publik. Beragam masalah dalam pengelolaan/manajemen lapas mulai over kapasitas, pemenuhan sarana dan prasarana (fasilitas), hingga pemenuhan hak-hak warga binaan pemasyarakatan dan tahanan, kembali menjadi sorotan publik yang harus segera dibenahi. Salah satunya melalui Revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.  

Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar menilai keberadaan RUU Pemasyarakatan memang penting. Namun yang terpenting, mengevaluasi sejumlah pasal pidana yang tersebar di banyak UU. Sebab, sejumlah pasal tersebut berorientasi pada pidana penjara yang berujung kondisi overcrowding pada banyak lapas yang ada di Indonesia.

Dio Ashar melanjutkan peristiwa terbakarnya Lapas Klas I Tangerang bukanlah peristiwa pertama. Berdasarkan catatan IJRS sepanjang 3 tahun terakhir, terdapat 13 lapas yang mengalami kebakaran dalam kondisi overcrowding. Termasuk angka overcrowding Lapas Klas I Tangerang mencapai 245 persen dengan 2.069 penghuni. “Perlu diingat kondisi lapas yang mengalami overcrowding berdampak pada rendahnya pemenuhan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan tahanan,” kata Dio Ashar dalam keterangannya, Kamis (9/9/2021).

Dengan kondisi itu, tentunya para WBP tak bakal mendapatkan fasilitas yang layak. Seperti tempat tinggal yang layak, ruang sel yang memadai, sanitasi yang bersih, dan perawatan medis yang memadai. WBP dan tahanan yang mengalami ketidakpuasan akan kondisi tersebut tak menjamin ketertiban dan keamanan yang berpotensi menyulut kerusuhan dalam rutan dan lapas.

Menurutnya, terbukti banyaknya peristiwa kerusuhan dalam rutan dan lapas yang berujung pada terbakarnya lapas dan rutan. Dia mencatat terdapat 5 rutan dan lapas yang terbakar karena kerusuhan penghuninya. Antara lain kebakaran di Lapas Manado Klas IIA pada April 2020 yang diakibatkan kerusuhan.

Dia menilai overcrowding rutan, lapas dan pengelolaan lapas berimbas pada penganggaran yang menjadi kendala tersendiri. Dengan kondisi lapas hari ini, pengelolaan gedung dan fasilitas lapas menjadi tanda tanya. Dengan struktur bangunan yang nyaris sama dengan kondisi overcrowding di beberapa lapas lain, kejadian di Lapas Klas I Tangerang rawan bisa terulang kapan saja.

Dia mendorong insiden kebakaran tersebut seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera mengevaluasi manajemen lapas dan merevitalisasi infrastruktur bangunan rutan dan lapas dengan sistem proteksi dan keamanan yang kuat sesuai PP No.16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung demi terjaminnya keamanan dan keselamatan baik WBP dan tahanan maupun petugas.

“Harus melakukan investigasi menyeluruh dan evaluasi terhadap bangunan dan kondisi keselamatan rutan dan lapas, termasuk protokol keamanan dan penanganan kondisi darurat,” kata dia.

Kemudian, menentukan langkah-langkah pertanggungjawaban atas hilangnya nyawa dan jatuhnya korban, termasuk pemulihan dan pertanggungjawaban pada keluarga korban. Selain itu, pemerintah segera menentukan langkah-langkah strategis dalam penyelesaian overcrowding rutan dan lapas dengan melibatkan aparat penegak hukum lintas sektoral.

“Yang terpenting segera melakukan evaluasi terhadap berbagai peraturan perundang-udangan terutama terkait pemidanaan yang berkontribusi pada masalah overcrowding rutan dan lapas di Indonesia,” katanya.

Seperti diketahui, Kebakaran di Lapas Klas I Tangerang memperpanjang deretan kasus kebakaran yang pernah terjadi di beberapa lapas. Tahun 2020 saja tercatat sejumlah kasus kebakaran yakni Pertama, kerusuhan dan kebakaran di Lapas Tuminting, Manado, Sulawesi Utara. Kedua, Lapas Purwokerto terbakar. Ketiga, kerusuhan dan kebakaran Lapas Kabanjahe, Sumatera Utara.

Momentum membahas RUU Pemasyarakatan

Anggota Komisi III DPR Adde Rosi Khoerunnisa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (8/9/2021) kemarin, mengatakan kebakaran Lapas Klas I Tangerang ini menjadi momentum untuk segera melanjutkan pembahasan RUU Pemasyarakatan dan disetujui menjadi UU. Adde melanjutkan tujuan dilanjutkan pembahasan RUU Pemasyarakatan agar berbagai persoalan sarana dan prasarana lapas dan rutan termasuk persoalan over kapasitas lapas yang melebihi daya tampung jumlah napi dalam ruangan dapat segera teratasi dengan baik.

Padahal, RUU Pemasyarakatan yang gagal disahkan pada 2019 lalu hanya menunggu persetujuan. Sayangnya, Prolegnas 2021 tak memasukan RUU Pemasyarakatan dalam daftar prioritas. Dia berharap DPR dan pemerintah segera duduk bersama membicarakan kelanjutan RUU Pemasyarakatan mengingat keberadaannya menjadi urgen. Seperti memasukan dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 melalui tahapan evaluasi, hingga melanjutkan kembali pembahasannya.

“Ini demi perbaikan lapas di masa mendatang dan menjadi persoalan kemanusiaan, tidak bisa ditunda terlalu lama,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding punya pandangan yang sama. Menurutnya, RUU Pemasyarakatan sangat penting diselesaikan untuk disetujui menjadi UU di tengah banyaknya persoalan pemasyarakatan yang terus berulang. Kasus kebakaran dan kerusuhan di banyak lapas kerap terjadi. Beragam upaya dilakukan, namun insiden serupa pun terus berulang di beberapa lapas.

Baginya, penting RUU Pemasyarakatan dilanjutkan pembahasannya dan disahkan menjadi UU. Sebab, di dalamnya terdapat banyak aturan mengenai hak-hak narapidana yang semestinya dijamin pemerintah. “Mendorong agar RUU Pemasyarakatan dapat segera disahkan menjadi UU,” ujar politisi Partai Amanat Nasional itu.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Ormar Sharif Hiariej berpandangan, RUU Pemasyarakatan penting keberadaannya. Sebab, RUU Pemasyarakatan tak lagi menempatkan lapas sebagai tempat pembuangan akhir bagi narapidana. Sejak awal ketika sebuah perkara di tangan penyidik, pihak lapas telah dilibatkan. Dengan begitu, adanya peran kontrol dari pemerintah melalui lapas. Sayangnya, RUU Pemasyarakatan tak masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021.

Tags:

Berita Terkait