Kecurangan Membuat Hilangnya Legitimasi Hasil Pemilu
Utama

Kecurangan Membuat Hilangnya Legitimasi Hasil Pemilu

Terjadi anomali dalam pelaksanaan Pemilu 2024, beragam kritik dari kalangan masyarakat sipil bermunculan. Kekhawatiran masyarakat sipil terhadap Pemilu 2024 terangkum dalam film Dirty Vote.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 yang kemudian menjadi dasar bagi salah satu bakal calon Presiden untuk mendaftar. Kemudian Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 melanggar etik, sehingga 9 hakim konstitusi dijatuhi sanksi etik dan mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Ditambah lagi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan sanksi keras kepada 6 komisioner KPU lainnya terkait proses pendaftaran Capres-Cawapres setelah terbit putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Aturan kampanye yang dilanggar pejabat publik, dan penyalahgunaan bantuan sosial (Bansos) sebagai alat kampanye.

“Berbagai hal itu menunjukkan kekuasaan disalahgunakan secara kasat mata dan tidak ada dari unsur politik yang berani melawan dengan tegas,” paparnya.

Prof Ali menyoroti laporan ke polisi yang dilakukan pihak tertentu terhadap aktor film Dirty Vote. Model pelaporan seperti itu akan berpeluang terjadi menimpa kalangan masyarakat sipil yang berupaya keras menjaga pemilu yang jujur dan adil. Apalagi dalam pemilu putarran kedua yang berpotensi terhadi ke depan.

“Maka yang perlu dilakukan adalah menghentikan kekuasaan yang menggunakan penyalahgunaan kekuasaan untuk mempertahankan kekuasaannya,” imbuhnya.

Jangan golput

Pada kesempatan yang sama pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, mengatakan film Dirty Vote jangan dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak suara atau golput dalam pemilu 2024. Justru film yang aktornya para pakar Hukum Tata Negara itu mendorong masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS).

“Jangan salah, film itu jangan dijadikan alasan untuk golput,” ujarnya.

Hal senada juga diungkap Ketua Centra Initiative, Al Araf, yang menjelaskan film Dirty Vote menunjukan pola rezim pemerintahan saat ini menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan politik elektoral. Persoalan ini sudah disampaikan kalangan masyarakat sipil dan film tersebut penting untuk pendidikan politik.

“Film ini tidak mengajarkan kita golput tapi menunjukan ada rezim yang melakukan tindakan sewenang-wenang karena dia mau putranya (Gibran Rakabumning Raka,-red) menang,” tegas pria yang disapa Aal itu.

Ketua Badan Pengurus Nasional (BPN) Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia  (PBHI), Julius Ibrani mengatakan isi dari film Dirty Vote merupakan kritik yang selalu disuarakan kalangan masyarakat sipil. Aktor film Dirty Vote yang notabene kalangan akademisi itu menyampaikan kritik yang disuarakan masyarakat sipil secara terstruktur. Menunjukkan ada kecurangan dalam pemilu 2024 yang terjadi secara struktural, sistematis, dan masif.

“Untuk menghentikan kecurangan itu jangan memilih (peserta pemilu,-red) yang menjadi bagian dari kecurangan itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait