Kedudukan dan Posisi Pengadilan Pajak dalam Kekuasaan Kehakiman
Terbaru

Kedudukan dan Posisi Pengadilan Pajak dalam Kekuasaan Kehakiman

Pengadilan Pajak saat ini berkedudukan di bawah Kementerian Keuangan dengan pembinaan teknis yudisial yang dilakukan Mahkamah Agung.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

“Mahkamah berpendapat bahwa tiadanya upaya kasasi pada Pengadilan Pajak tidak berarti bahwa Pengadilan Pajak tidak berpihak pada MA,” imbuh dia.

Adanya kewenangan yang diberikan pada Kemenkeu terkait pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak termasuk juga pengusulan dan pemberhentian hakim Pengadilan Pajak menurut Mahkamah hal tersebut justru telah mengurangi kebebasan hakim pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.

Menurut MK, untuk menjaga marwah lembaga Pengadilan Pajak dalam upaya mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka maka sudah sepatutnya Pengadilan Pajak diarahkan pada upaya membentuk sistem peradilan mandiri.

Hal tersebut sudah dilakukan terhadap lingkungan peradilan lainnya di bawah MA di mana pembinaan secara teknis yudisial maupun organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan MA dan bukan dibawah kementerian.

“Sudah seyogyanya ada perlakuan yang sama untuk satu atas terhadap Pengadilan Pajak, hal ini harus menjadi catatan penting bagi pembentuk undang-undang ke depannya,” pungkasnya.

Adanya dua lembaga yang menjadi naungan Pengadilan Pajak membuat Pengadilan Pajak masuk ke dalam pengadilan khusus. Kekhususan tersebut adalah pembinaan Pengadilan Pajak terbagi oleh Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan.

Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu dari lingkungan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Pajak masuk ke dalam pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara di bawah MA.

Dalam perjalanannya, di dalam hukum pajak terdapat pula kekhususan yang perlakuannya dibedakan.

“Kekhususan hukum pajak dibedakan atas subjek hukum, objek hukum pajak, dan kontribusi iuran wajib. Berbeda perlakuan orang pribadi dan badan sebagai subjek hukum, orang pribadi dan badan sebagai subjek hukum pada umumnya sama dimuka hukum. Kemudian dalam hukum pajak perlakuannya berbeda. Kemudian objek hukum pajak adalah peristiwa perdata yang terukur dan bernilai, maka dalam hukum pajak berlaku prinsip dan sifat hukum perdata berupaya mediasi dan kompromi,” jelas Mantan Dirjen Pajak, Anshari Ritonga dalam kesempatan yang sama.

Sedangkan untuk pajak kontribusi atau iuran wajib yang bersifat memaksa untuk keperluan negara berdasarkan UU Pasal 23A, maka keadilan dalam hukum pajak adalah legalitas serta kepastian hukum adalah hukum positif yang berlaku.

Tags:

Berita Terkait