Patung yang merupakan simbol kaum ibu terletak di tengah Rutan Pondok Bambu.
UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatakan, Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Rutan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula cabang rutan.
Rutan yang kini dinahkodai oleh Sri Susilarti tersebut memang khusus untuk narapidana atau tahanan wanita. Di dalamnya, bercampur para terpidana atau tahanan dengan berbagai jenis kasus. Dari narkotika, pencurian, pembunuhan hingga korupsi.
Ragam kasus namun satu nasib. Mereka terkekang kebebasannya oleh tembok menjulang tinggi dan jeruji besi. Dalam ruangan yang sempitkarena faktor over kapasitas, mereka mau tidak mau harus berdesakan. Tidur pun beralaskan kasur tipis atau terkadang langsung bersentuhan dengan lantai yang dingin.
Suasana salah satu sel di Rutan Pondok Bambu.
Suasana salah satu sel di Rutan Pondok Bambu.
Kegiatan-kegiatan yang biasanya leluasa mereka lakukan, untuk sementara tidak bisa dinikmati. Setidaknya sampai mereka menuntaskan masa hukum atau dinyatakan bebas oleh otoritas berwenang.
Bertemu keluarga, misalnya, mereka hanya bisa lakukan pada waktu tertentu yang disebut “Jam Kunjungan”. Itupun tidak mudah, karena keluarga yang berkunjung harus melalui prosedur yang ketat. Di pos pemeriksaan, petugas akan dengan seksama memeriksa tubuh serta barang-barang yang dibawa pengunjung.
Suasana pos pemeriksaan pengunjung.
Suasana pos pemeriksaan pengunjung.
Suasana pos pemeriksaan pengunjung.
Kepala Rutan Pondok Bambu, Sri Susilarti mengatakan fungsi rutan adalah dalam rangka pembinaan agar warga binaan nanti ketika bebas mempunyai rasa percaya diri, tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
Ada kalanya, warga binaan yang melakukan pelanggaran fatal. Jika ini terjadi, Rutan Pondok Bambu memiliki sel khusus yang diberi nama sel tikus. Dengan ukuran 1,5 x 3 meter, sel tikus disediakan sebagai tempat untuk menghukum warga binaan yang berulah. Selain sempit, sel tikus sengaja diposisikan di tempat yang mudah terkena sinar matahari. Di kala terik, penghuni sel tikus akan merasakan panasnya sinar matahari.
Suasana sel tikus.
“Jadi, membina warga binaan itu butuh trik, strategi, kesabaran, gitu lah. Kalau nggak berani kita habis,” ujar Sri Susilarti yang telah berkarier di lembaga pemasyarakatan atau rutan selama kurang lebih 25 tahun.
Kepala Rutan Sri Susilarti.