Kejagung Periksa Dua Wajib Pajak DW
Berita

Kejagung Periksa Dua Wajib Pajak DW

Dua saksi diperiksa terkait kegiatan transaksi yang dilakukan DW.

Oleh:
nov
Bacaan 2 Menit
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman. Foto: SGP
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman. Foto: SGP

Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) urung melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Dhana Widyatmika (DW). Kendati demikian, penyidik memeriksa dua saksi dari perusahaan wajib pajak yakni PT Riau Perta Utama (RPU) dan PT Bangun Persada Semesta (BPS).

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung M Adi Toegarisman, seharusnya ada tiga saksi yang diperiksa penyidik pada hari Senin (5/3). Namun, satu saksi berhalangan hadir. “Sehingga untuk saksi yang berhalangan hadir, kami akan menjadwal ulang kapan pemanggilannya,” katanya.

Sementara, dua saksi yang hadir adalah Kh dari RPU dan AP dari BPS. Adi mengatakan Kh dan AP telah memenuhi panggilan dan memberikan keterangannya di hadapan penyidik. Akan tetapi, ketika ditanyakan mengenai nama dan jabatan kedua saksi, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini enggan mengungkapkan.

Berdasarkan penelusuran hukumonline saksi Kh yang diperiksa di Gedung Bundar Kejagung diketahui bernama Khairul Rizal. Khairul menjabat sebagai Business Development Director di RPU. RPU adalah perusahaan yang bergerak di bisnis perdagangan dan logistik perminyakan.

RPU berkantor di Graha Iskandarsyah, Lantai 10. Jalan Iskandarsyah Raya No 66 C, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sedangkan, saksi AP dari BPS diketahui bernama Agus Purwanto. AP tercatat sebagai salah satu pengurus BPS yang berkantor di Wisma Aldiron Lantai Dasar Suite #032 K. Jalan Gatot Subroto Kav.72. Kelurahan Pancoran, Jakarta Selatan.

BPS didirikan pada pertengahan tahun 2009 dengan badan hukum yang berkedudukan di Jakarta. BPS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang developer dan kontraktor sipil. BPS diketahui menjalin kerjasama dengan perusahaan sejenis yang yang berkedudukan di Jakarta dan Gresik.

BPS telah menangani sejumlah pekerjaan pengembangan kawasan hunian di wilayah kota Bekasi. BPS yang memakai merek dagang Bangun Persada Realty sudah menelurkan beberapa produk, seperti Perumahan Puri Duren Asri 2, Perumahan Puri Duren Asri 3, Perumahan Puri Duren Asri 4, dan Wood Hill Residence.

Sayang, usai pemeriksaan, AP yang didampingi sejumlah orang dari BPS tidak berkomentar apa-apa. Perwakilannya, Rudjito, hanya mengatakan penyidik menyodorkan sekitar 29 pertanyaan. AP pernah berurusan dengan DW pada tahun 2010. “Tapi, yang lain silakan tanya ke penyidik ya,” ujarnya.

Sebelum memeriksa Kh dan AP, penyidik juga telah memeriksa saksi Direktur Utama PT Mitra Modern Mobilindo Jamaludin. Jamaludin ini ternyata tercatat juga sebagai Finance & Acc Director di RPU.

Sejauh ini, penyidik sudah memeriksa DW sebanyak dua kali dan rencananya pada 8 Maret 2012 mendatang, istri DW, Diah Anggraini juga akan diperiksa sebagai saksi.


“Untuk Rabu, direncanakan ada beberapa saksi yang dimintai keterangan. Kamis juga direncanakan ada pihak-pihak yang dimintai keterangan sebagai saksi. Untuk Selasa tidak ada pemeriksaan saksi terkait dengan perkara ini. Kegiatannya adalah evaluasi,” tutur Adi.

Ketika ditanyakan apakah dari dua saksi ini ada uang yang mengalir ke rekening DW? Adi hanya menyatakan, pokoknya pemeriksaan kedua saksi terkait dengan transaksi atau kegiatan transaksi yang dilakukan tersangka DW.

Untuk diketahui, DW ditetapkan sebagai tersangka sejak 16 Februari 2012. Dari hasil penggeledahan, penyidik telah menyita uang tunai sebesar Rp28 miliar dan AS$270 ribu. Penyidik juga menyita uang Rp60 miliar di rekening DW. Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah sertifikat tanah warisan orang tua DW yang disita dari dalam safe deposit box DW dan emas seberat 1 kg.

Lalu, penyidik menyita satu unit mobil mini cooper seharga Rp550 juta dan 17 unit truk dari showroom PT Mitra Modern Mobilindo, perusahaan patungan DW dengan seorang mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak bernama Herly Isdiharsono.

Atas perbuatannya, pegawai negeri sipil golong III C ini dikenakan Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12 a dan b, Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kaji penangguhan penahanan
Terkait upaya penahanan yang dilakukan penyidik, kuasa hukum DW, Daniel Alfredo mengatakan pihaknya sudah resmi mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Keluarga dan kuasa hukum menjamin DW tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, bersikap kooperatif, dan selalu menghadiri pemanggilan penyidik.

Alfredo memastikan DW tidak mungkin akan melarikan diri karena sudah dicekal. DW juga tidak akan menghilangkan barang bukti karena sebagian besar barang bukti telah disita untuk kepentingan penyidikan. Alasan tambahan dalam permohonan penangguhan penahanan ini adalah alasan kemanusiaan.

“Anaknya dia kan masih kecil, dia tulang punggug keluarga,” katanya. Alfredo melanjutkan, istri DW kondisi istri DW sedang shock dan terpukul, sehingga DW meminta kepada keluarganya kalau memang tidak perlu, ya tidak apa-apa kalau keluarga tidak menjenguk DW di tahanan.

Alfredo kembali mengungkapkan bahwa kliennya baru sempat diperiksa seputar riwayat hidup dan pekerjaannya. “Cuma ditanyakan pada saat ia bekerja di tahun 1997-2000 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mana. Pada tahun 2000-2002 di KPP mana dan atasannya pada saat itu siapa,” ujarnya.

Pada saat dia menjabat sebagai Representative Account di sejumlah KPP –salah satunya KPP Setiabudi dan Pancoran, tidak ada wajib pajak bermasalah. Pekerjaan DW berjalan normal dan berkas yang diperiksa DW semuanya diproses secara administratif. Kemudian, terkait dugaan transfer dari Singapura, Alfredo juga membantah.

Menurut Alfredo, tidak ada transfer sejumlah AS$250 ribu dari bank Singapura ataupun Hong Kong. DW sejauh ini memang memiliki rekening aktif dan ada pula beberapa sampingan, seperti reksa dana. Jumlah rekening aktif DW hanya Rp440 juta. Gaji DW pun standar pegawai negeri sipil golong III C sekitar Rp10 juta.

Begitu pula rekening istri DW juga hanya digunakan untuk menampung gaji. Alfredo menambahkan dari safe deposit box DW, penyidik menyita beberapa ijazah, emas 1 kg, uang titipan sebesar Rp10 juta, dan uang asing sebesar AS$28 ribu. Ketika di rumah, penyidik juga menyita recehan hasil minimart. “Ada 2000 perak disita juga,” tuturnya.

Atas permohonan penangguhan penahanan yang diajukan DW, penyidik belum memberi keputusan. Adi menjelaskan untuk sementara permohonan masih dipelajari penyidik dan keputusannya menunggu hasil kajian penyidik.

Tags:

Berita Terkait