Kemendag dan Polri Sepakat Awasi Pelaku Kartel dan e-Commerce
Utama

Kemendag dan Polri Sepakat Awasi Pelaku Kartel dan e-Commerce

Pelaku usaha yang ‘benar’ tidak merasa terganggu dan mempersilakan tetap menjalankan usaha seperti sedia biasa. Sebaliknya, pelaku usaha ‘nakal’ diwanti-wanti karena Polri mendapat sejumlah dukungan data dan keterangan ahli dari Kemendag ketika melakukan penegakan hukum.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita  usai menandatangani MoU di kantor Kementerian Perdagangan, Senin (8/1). Foto: NNP
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai menandatangani MoU di kantor Kementerian Perdagangan, Senin (8/1). Foto: NNP

Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kepolisian Republik lndonesia (Polri) menandatangani nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) terkait kerja sama penegakan hukum, pengawasan, dan pengamanan di bidang perdagangan. MoU ini merupakan perpanjangan MoU yang ditandatangani 4 Januari 2013 dan telah berakhir pada 4 Januari 2018 lalu.

 

Penandatangan MoU dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang digelar Senin (8/1) di kantor Kementerian Perdagangan juga kesinambungan kegiatan perdagangan dan Metrologi Legal antara Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Syahrul Mamma dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Ari Dono Sukmanto 20 Desember 2017. Selain itu, penegakan hukum di bidang perdagangan mencakup subbidang perdagangan berjangka komoditas maupun distribusi barang pokok dan penting.

 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menerangkan Kemendag bertugas mengawal lima undang-undang, yakni UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, UU Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, dan UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.

 

Menurutnya, pelaksanaan ketentuan tersebut tak mudah lantaran Kemendag punya keterbatasan sumber daya manusia, khususnya pada Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib (PTKN) dan Bappebti sebagai unit yang mengawal aturan tersebut. “Untuk itu, kita perlu kerja sama dengan Polri dalam hal penegakan hukum, pengawasan, dan pengamanan perdagangan,” kata Enggar usai penandatanganan MoU. Baca Juga: PN Jakpus Kuatkan Putusan Soal Kartel Perdagangan Sapi Impor

 

Aspek perlindungan konsumen, kata Enggar, menjadi prioritas yang dikedepankan melihat Indonesia menjadi pangsa pasar besar yang dilirik pelaku usaha tidak hanya pelaku dalam negeri, tetapi juga pelaku usaha luar negeri. Pengawasan dan pengamanan menjadi upaya penting lantaran perdagangan dalam jaringan (daring/e-commerce) semakin pesat di mana diakui Kemendag masih ada sejumlah celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha ‘nakal’ dengan memasukan barang yang tidak berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI).

 

Selain menjaga peredaran barang tidak berlabel SNI dengan regulasi yang ketat mengenai perdagangan secara online tersebut, Enggar berharap kerja sama dengan Polri dapat membuat pelaku usaha memperhatikan peningkatan kualitas produk dan tidak memasarkan barang murah semata tanpa memperhatikan kualitas. Karena itu, pasca penandatangan MoU, Kemendag dan Polri akan segera menyusun pedoman teknis lebih lanjut mengenai praktik di lapangan dalam rangka sosialisasi, pencegahan, dan penindakan barang-barang yang tidak layak.

 

“Nanti ada lebih detil dengan rencana kerja,” kata Enggar.

 

Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, Polri dan Kemendag sepakat saling mendukung dalam menyelesaikan tanggung jawab penegakan hukum, pengawasan, dan pengamanan perdagangan sesuai tugas masing-masing. Dalam MoU yang diteken, kedua lembaga sepakat saling berkoordinasi dalam pertukaran data dan/atau informasi, penegakan hukum, pengawasan, pengamanan, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

 

"Kerja sama ini awal yang baik. Yang diperlukan saat ini adalah langkah konkrit dalam pelaksanaan pengawasan dan penegakan hukum yang hasilnya dapat segera dirasakan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan konsumen, " kata Tito.

 

Dia menuturkan dalam pelaksanaan penegakan hukum dan pengawasan, Polri sepakat untuk  memberikan dukungan berupa bantuan taktis, teknis, upaya paksa, dan konsultasi. Dalam kaitannya dengan kegiatan penegakan hukum, Polri sepakat mengedepankan Kemendag.  Di sisi lain, Kemendag sepakat memberikan dukungan keterangan ahli, maupun pertukaran data dan informasi yang diperlukan Polri dalam penegakan hukum. Selain itu, proses penegakan hukum dilaksanakan melalui koordinasi dan pengawasan (Korwas) oleh Penyidik Polri terhadap PPNS pada Kementerian Perdagangan.

 

Tindak lanjut MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani, lanjut Tito, selain menyusun rencana kerja di tingkat pusat oleh unit Eselon I Kementerian Perdagangan dan Polri, kerja sama juga dilakukan di tingkat daerah. Di tingkat Provinsi, dilaksanakan antara Gubernur dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan di tingkat kabupaten/kota dilakukan antara Bupati/Walikota dan Kepala Kepolisian Resor/Kota/Kota Besar/Metro.

 

“Nanti ada penjelasan lebih detil antara Dirjen dan Satker (Satuan Kerja) terkait, misalnya Dirjen dengan Kabareskrim atau kepala badan intelijen. Setelah selesai, baru kita adakan video conference, sehingga nanti ketika di luar tidak beda pendapat,” kata Tito.

 

Perdangan sektor penting ekonomi

Tito melanjutkan, perdagangan menjadi salah satu sektor penting dalam perdagangan ekonomi. Negara-negara menjadikan ekonomi sebagai kunci penting, sehingga kompetisi antar negara bukan lagi bicara senjata melainkan ekonomi. Tahun 2030, Indonesia ditargetkan menduduki peringkat ke-5 dalam pertumbuhan ekonomi dengan syarat, adanya stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.

 

Menurut Tito, sektor keamanan dan politik juga membuat ekonomi stabil, begitu pula sebaliknya. Prinsip tersebut juga berlaku di seluruh dunia. “Ekonomi yang utama adalah perdagangan, memang satu sistem dengan yang lain, tapi jadi kunci. Perdagangan dalam negeri dan Perdagangan luar negeri harus baik di tengah ekonomi global. Ada fenomena baru, perdagangan online yang berpengaruh pada perdagangan fisik yang nyata,” kata Tito.

 

Polri mendukung iklim perdagangan yang baik. Sehingga ke depan Polri tidak lagi berkutat pada masalah konvensional, seperti pencurian atau perampokan melainkan peduli terhadap sektor lain. Maksud Tito, hal tersebut bukan berarti upaya Polri mengintervensi ekonomi melainkan membantu sesuai kewenangan demi menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan. Misalnya, perkembangan perdagangan online, komoditi berjangka, bursa efek menjadi tantangan baru bagi Polri.

 

Merujuk data Polri, selama 2017, Bareskrim Polri berhasil mengungkap beberapa kasus di bidang perdagangan, antara lain perdagangan gula rafinasi yang melanggar ketentuan SNI, penyalahgunaan izin garam impor, penimbunan cabai rawit yang dilakukan pengepul yang diduga melakukan penimbunan di gudang perusahaan atau kartel, penimbunan bawang, serta penyelundupan minuman beralkohol ilegal.

 

Sementara, capaian Kementerian Perdagangan tahun 2017, telah dilaksanakan pengawasan terhadap 582 barang jenis di pasar, dimana barang yang memenuhi ketentuan sebanyak 397 barang, tidak memenuhi ketentuan sebanyak 171 barang, dan dalam proses uji sebanyak 14 barang.

 

Pengawasan juga dilakukan terhadap 7.510 UTTP (ukut, takar, timbang, dan perlengkapannya) dan BDKT (barang dalam keadaan terbungkus) dengan hasil keduanya masih belum sesuai dengan aturan tera ulang, pelabelan, dan kebenaran kuantitas. Kemendag juga melakukan perizinan perdagangan dalam negeri, perizinan perdagangan luar negeri, distribusi barang pokok dan penting, serta distribusi barang yang diatur. Dari total 303 pengawasan pelaku usaha, tercatat 162 pelaku usaha telah memenuhi ketentuan, 141 pelaku usaha belum memenuhi, dimana 35 pelaku usaha direkomendasikan untuk dicabut API (angka pengenal importir)/PI-nya.

 

Kementerian Perdagangan juga menangani beberapa kasus perlindungan konsumen, diantaranya kasus Gula Kristal Putih yang tidak memenuhi persyaratan SNI di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, kasus printer berwarna yang tidak memenuhi ketentuan Manual Kartu Garansi di Medan dan kasus kosmetika yang mengandung hydroquinone di Jakarta. Baca Juga: Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam Angka

 

Terkait kasus pengawasan perdagangan, terdapat kasus importasi minuman beralkohol di Tanjung Pinang yang masih dalam proses penyidikan, dan dilakukan gelar perkara dengan Korwas PPNS Bareskrim POLRI; penanganan kasus Gula Kristal Rafinasi dengan pengenaan sanksi administratif dan pemusnahan; serta pemusnahan daging sapi beku kadaluarsa.

 

Kementerian Perdagangan juga melakukan uji petik barang impor yang telah diberlakukan SNI sebanyak 85 merek, dimana 69 merek telah sesuai ketentuan SNI. Sedangkan barang yang tidak memenuhi ketentuan dilakukan perintah penarikan dari peredaran dan perbaikan penandaan sesuai SNI, maupun ditarik secara sukarela oleh importirnya.

 

Sementara kegiatan Pengawasan dan Penegakkan Hukum di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi sudah dilaksanakan terhadap 393 pelaku usaha Perdagangan Berjangka. Selama 2017, Bappebti telah mengaudit rutin terhadap 22 Pialang Berjangka. Bappebti juga melakukan pemblokiran 97 situs dan 10 kali penghentian kegiatan seminar.

 

Sedangkan pengawasan dan penegakkan hukum di bidang sistem resi gudang dilaksanakan terhadap 1 pusat registrasi, 21 pengelola gudang, dan 36 lembaga penilaian kesesuaian, serta 28 gudang untuk Sistem Resi Gudang.

 

Diharapkan Tito, penegakan hukum, pengawasan dan pengamanan perdagangan semakin meningkat sehingga jumlah barang maupun pelaku usaha yang tidak sesuai ketentuan terus berkurang. Akan tetapi, Tito menekankan pelaku usaha yang ‘benar’ agar tidak merasa terganggu dan mempersilakan tetap menjalankan usaha seperti sedia biasa. Sebaliknya, Tito mewanti-wanti agar pelaku usaha ‘nakal’ karena Polri mendapat sejumlah dukungan data dan keterangan ahli dari Kemendag ketika melakukan penegakan hukum.

 

“Kita harap ini tidak untuk takut-takuti pelaku usaha, silakan berusaha jangan takut. Yang perlu takut para pemain yang lakukan kartel, monopoli, dan lain-lain. Kalau sesuai aturan, justru lebih nyamankan pelaku usaha,” kata Tito.

Tags:

Berita Terkait