Kemendagri: Mayoritas Perda Bermasalah dari Pulau Jawa
Utama

Kemendagri: Mayoritas Perda Bermasalah dari Pulau Jawa

Tidak setiap perda dibatalkan secara keseluruhan. Ada yang hanya diminta untuk diperbaiki bagian tertentu.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Gedung Kemendagri. Foto: www.kemendagri.go.id
Gedung Kemendagri. Foto: www.kemendagri.go.id
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan (Perda) yang dibatalkan hampir berasal dari kabupaten/kota atau provinsi seluruh Indonesia. Hanya saja, mayoritas Perda bermasalah ini berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa. “Tetapi, kita belum mengelompokkan Perda-Perda tersebut, karena datanya masih disusun,” kata Kepala Biro Hukum Kemendagri, W. Sigit Pudjianto di Kantor Kemendagri Jakarta, Selasa (14/6).   Ditegaskan Sigit, ribuan Perda-Perda yang dimaksud umumnya menyangkut perizinan usaha, pungutan pencatatan sipil dan kependudukan (KTP), pajak dan retribusi daerah yang melanggar UU yang lebih tinggi di bidang pertambangan dan jasa umum.   “Ini bagian program pemerintah yaitu dan regulasi: 12 paket kebijakan ekonomi dan pembatalan Perda ini. Tujuannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi (di daerah),” kata dia.   Selain itu, kendaraan truk yang melintasi jalan masih dipungut biaya dengan dalih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pungutan izin gangguan (HO) di kawasan perdagangan. . Salah satunya, dicabutnya Permendagri   “Seharusnya orang yang ingin berusaha di daerah tidak terlalu banyak perizinan, termasuk izin gangguan (HO) karena ini Permendagrinya sudah dibatalkan,” kata Sigit.      

“Selain Raperda itu, suruh ‘ketok’ (disahkan) sendiri, kalau nantinya ada kesalahan ya dibatalin,” kata dia. “Masih ada kemungkinan perda-perda lain menyangkut APBD, menyangkut pajak daerah, menyangkut retribusi daerah yang belum dibatalkan. Nantinya, Kemendagri mengevaluasi dulu sebelumnya Perda itu dilaksanakan.”  

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan 3.143 Perda bermasalah yang dibatalkan oleh pemerintah pusat adalah peraturan yang menghambat investasi. “Jadi kita ingin memotong jalur panjangnya birokrasi di daerah. Jadi, paket kebijakan pemerintah yang sudah diterapkan oleh Bapak Presiden harus mengikuti ini. Saya kira itu intinya,” kata Tjahjo.

Selain itu, lanjut Tjahjo, Perda yang dibatalkan adalah Perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah. Ia mencontohkan, orang yang ingin buat usaha di daerah seharusnya tidak perlu ada izin prinsip, tidak perlu harus ada izin usaha, tidak perlu harus ada IMB (Izin Mendirikan Bangunan), tidak perlu harus ada izin gangguan (HO).

“Empat ini kan cukup satu saja izin usaha titik. Tidak harus semuanya diurus ini yang saya kira harus dipotong, termasuk retribusi-retribusi yang tidak perlu, termasuk izin-izin gangguan yang saya kira itu masih digunakan zaman Belanda. Saya kira itu yang menjadi prinsip,” terang Tjahjo seraya menyampaikan apresiasi bahwa daftar perda yang telah dibatalkan itu juga ada yang atas inisiatif gubernur sendiri.
3.143 Peraturan Daerah

Perda bermasalah tersebut dianggap memperpanjang jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi.

pembenahan infrastruktur

Dia mengingatkan Kemendagri telah membatalkan sejumlah regulasi yang dinilai menghambat proses perizinan dan investasi dan menghambat kemudahan berusahaIzin Gangguan (HO).



Sigit tak menampik kemampuan dan pemahaman legal drafting yang dimiliki pemerintah dan DPRD yang masih rendah turut menjadi salah satu sebab munculnya Perda bermasalah ini. “Faktor ini bisa saja, padahal BPSDM secara periodik memanggil kepala daerah, kepala dinas termasuk anggota DPRD yang baru dilantik untuk mengikuti pelatihan penyusunan Perda,” katanya.

Dia menyebutkan Perda yang dibatalkan diantaranya Peraturan Provinsi Bali No. 2 Tahun 2015 tentang Retribusi Jasa Umum, Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah di Jawa Timur,Peraturan Walikota Gorontalo tentang Pencegahan Maksiat, Perda tentang Air Tanah, Perda Kewajiban Baca dan Tulis Al-Qur’an bagi yang memeluk agama Islam.

“Tetapi, tidak setiap perda dibatalkan secara keseluruhan, tetapi banyak juga hanya diperbaiki bagian pasal per pasalnya dan hal lainnya,” katanya.        

Sigit menjelaskan sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah setiap penyusunan Perda harus dikoordinasikan ke Kemendagri agar bisa dievaluasi terlebih dulu sepanjang menyangkut enam Rancangan Perda (Raperda). Yakni, Raperda APBD, Raperda Tata Ruang, Raperda Pajak Daerah, Raperda Retribusi Daerah, Raperda RPJPMD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah), Raperda RPJPD.
Tags:

Berita Terkait