Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Mandat UU, Tapi Menambah Beban Rakyat
Terbaru

Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Mandat UU, Tapi Menambah Beban Rakyat

Di tengah kenaikan harga-harga barang pokok, pemerintah merencanakan kenaikan tarif PPN jadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto dan Peneliti Indef, Abdul Pulungan dalam sebah diskusi secara daring, Rabu (20/3/2024). Foto: JAN
Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto dan Peneliti Indef, Abdul Pulungan dalam sebah diskusi secara daring, Rabu (20/3/2024). Foto: JAN

Pemerintah berencana menetapkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendatang. Langkah ini berdampak langsung terhadap beban konsumsi masyarakat secara luas. Karena itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan dukungan di tengah kenaikan PPN tersebut.

Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto mengatakan, kenaikan PPN 12 persen sedianya sudah menjadi isu yang bergulir sejak pekan lalu. Memang, kenaikan PPN secara bertahap merupakan mandat UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

”Tapi di sisi lain kita juga melihat aspek kesiapan masyarakat ya terutama dengan situasi-situasi terakhir di mana masyarakat mendapatkan beban yang lebih dengan kenaikan harga-harga yang dalam beberapa bulan terakhir,” ujarnya, Rabu (20/3/2024).

Peneliti Indef, Abdul Pulungan menambahkan, PPN 12 persen ini relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Dia mencontohkan Singapura hanya 9 persen, Thailand sebesar 7 persen, Vietnam  sebesar 8 persen, Malaysia sebesar 6 persen, Laos sebesar 7 persen, Korea dan Jepang sebesar 10 persen.

Baca juga:

Menurutnya, salah satu dampak yang terjadi dari kenaikan PPN, yakni terjadi lonjakan impor, karena produk luar negeri relatif lebih murah. Selain itu, kebijakan PPN ini juga akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Meski dalam kebijakan PPN mengecualikan barang-barang pokok seperti beras, kedelai, jagung, sagu, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Namun, Abdul menyampaikan potensi harga-harga barang tersebut tetap naik karena respons dari pelaku usaha. 

”Penjual-penjual kelontong akan naik karena sebagian besar ekonomi Indonesia ada di sektor informal sehingga susah mengkontrol apakah kebijakan pengecualian PPN ini dilakukan apa tidak,” imbuh Abdul.

Peneliti Indef lainnya, Ahmad Heri Firdaus mengatakan kenaikan PPN juga berdampak terhadap pembengkakan biaya produksi dan melemahkan daya beli masyarakat. Secara luas, kenaikan PPN ini juga akan berdampak terhadap penurunan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan negara.

Tags: