Keterangan saksi dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Pengertian tersebut berdasarkan putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana diperluas menjadi termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”.
Keterangan yang diberikan saksi di persidangan harus berdasarkan pada apa yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami sendiri dan bukan berdasarkan pendapat, pemikiran, dugaan, atau asumsi dari saksi tersebut.
Baca Juga:
- Saksi Mahkota Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Pidana
- Kesaksian Penasihat Hukum Brigadir J; Ponsel Keluarga Diretas Hingga Brigadir J Sebagai Informan
- Alasan ‘Bisunya’ Livestream Sidang Pemeriksaaan Saksi dengan Terdakwa RE
Jika saksi memberikan keterangan berdasarkan pendapat maupun dugaan sendiri, maka keterangan tersebut tidak dapat diterima sebagai suatu pertimbangan hakim atau dengan kata lain keterangan tersebut tidak termasuk barang bukti.
Pasal 185 ayat (6) KUHAP menyatakan, dalam menilai kebenaran keterangan saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan hal berikut:
1. Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya.
2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain.
3. Alasan saksi memberi keterangan tertentu.
4. Cara hidup dan kesusilaan da hal-hal lain yang pada umumnya dapat mempengaruhi apakah keterangan itu dapat dipercaya atau tidak.