Ketika Doktrin Societas Delinquere Non Potest Tak Dapat Dipertahankan Lagi
Seminar Mahupiki 2019:

Ketika Doktrin Societas Delinquere Non Potest Tak Dapat Dipertahankan Lagi

Pengaturan pokoknya sudah dimasukkan ke dalam RUU KUHP.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Pertanggungjawaban Pengurus dalam Tindak Pidana Korporasi).

Di dunia, banyak negara yang sudah mengakui konsep pertanggungjawaban pidana korporasi. Belanda bahkan sudah memasukkannya ke dalam KUH Pidana-nya sekak 1976, yakni melalui Pasal 51. Sebaliknya, masih ada negara yang mempertahankan doktrin societas delinquere non potest. Bahkan ada negara yang menganggap tanggung jawab korporasi sebagai bagian dari hukum administrasi. Di Jerman, misalnya, pertanggungjawaban korporasi diatur dalam Ordnungswidrigkeiten (OWiG), sama pengertiannya dengan Administrative Offences Act.

RUU KUHP

Bagaimana dengan KUHP Indonesia? Seminar Mahupiki 2019 sengaja mengambil tema kebijakan hukum pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Seminar ini banyak membahas materi RUU KUHP yang sudah dipersiapkan Pemerintah dan DPR. Prof. Muladi salah seorang anggota tim ahli RUU KUHP itu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Hukumonline, ada beberapa pasal yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi. Pasal 52 mengatur bukan saja penegasan bahwa korporasi merupakan subjek tindak pidana, tetapi menyebutkan beberapa bentuk korporasi yang dapat dianggap sebagai subjek hukum. Selain perseroan terbatas, ada Yayasan, koperasi, BUMN/BUMD atau yang disamakan dengan itu, perkumpulan. Bahkan meliputi pula firma dan persekutuan komanditer (CV).

Selanjutnya, Pasal 53 RUU KUHP menegaskan tindak pidana korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi yang bertindak untuk dan atas nama korprasi atau bertindak demi kepentingan korporasi. Hubungan orang tersebut dengan korporasi dapat berupa hubungan kerja atau hubungan lain dalam lingkup usaha atau kegiatan korporasi.

Pasal 130 RUU menegaskan pidana bagi korporasi terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokoknya adalah pidana denda. Pidana tambahannya banyak mulai dari pembayaran ganti rugi sampai kemungkinan pembubaran korporasi.

Dalam Perma No. 13 Tahun 2016, tindak pidana oleh korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama  yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam atau di luar lingkungan korporasi.

Menurut Prof. Muladi, kecenderungan universal untuk mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi secara umum dan menempatkan korporasi sebagai subjek hukum pidana merupakan refleksi kebijakan untuk meningkatkan peram instrumental hukum pidana untuk menanggulangi berbagai tindak pidana berat.

Karena itu, kalangan praktisi hukum akan melihat satu per satu korporasi dimintai tanggung jawab hukum. Ketika doktrin societas delinquere non potest itu tak dapat dipertahankan lagi, maka satu persatu korporasi akan berurusan dengan hukum.

Tags:

Berita Terkait