Ketua MA: Perlu Sinergitas Kampus dengan Lembaga Peradilan
Terbaru

Ketua MA: Perlu Sinergitas Kampus dengan Lembaga Peradilan

Antara hukum dan teknologi sudah seperti dua sisi mata uang. Keduanya selalu berdampingan dan tidak mungkin bisa dipisahkan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin saat memberi kuliah umum di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Rabu (23/3/2022). Foto: Humas MA
Ketua MA M. Syarifuddin saat memberi kuliah umum di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Rabu (23/3/2022). Foto: Humas MA

“Perkembangan praktik dunia peradilan saat ini berjalan sangat cepat, bahkan terkadang tidak mampu diikuti regulasi dan teori-teori hukum yang diajarkan di kampus. Saya memandang perlu ada sinergi antara dunia peradilan dengan pihak kampus agar dunia pendidikan tidak ketinggalan perkembangan praktik peradilan, begitupun sebaliknya, dunia peradilan juga tidak keluar dari bingkai akademik,” ujar Ketua Mahkamah Agung Prof. H.M. Syarifuddin, dalam Kuliah Umum di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Rabu (23/3/2022) yang digelar secara luring dan daring.

Syarifuddin mengatakan dunia praktik senantiasa dihadapkan pada kasus-kasus baru yang beragam. Terlebih saat ini, antara hukum dan teknologi sudah seperti dua sisi mata uang. Keduanya selalu berdampingan dan tidak mungkin bisa dipisahkan. Teknologi terus menghimpit daya kerja regulasi karena regulasi selalu bergerak berdasarkan deret hitung, sedangkan teknologi bergerak berdasarkan deret ukur.

Tak dapat dipungkiri, kata dia, perkembangan hukum sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Adakalanya para penegak hukum, khususnya para hakim harus berupaya keras untuk mencari dan menemukan hukum dalam aturan-aturan yang secara tekstual tidak relevan dengan perkembangan kasusnya di lapangan, akibat teknologi telah memainkan peran dalam perilaku antar manusia.

Baca:

“Di sinilah perlunya sinergitas antara dunia pendidikan dan dunia peradilan, karena meskipun para hakim diberi label ius curia novit atau hakim selalu dianggap tahu tentang hukumnya, bukan berarti hakim pasti tahu tentang semua hal. Seorang hakim perlu membaca dari buku-buku dan pendapat para pakar. Hakim juga harus mempelajari dan menganalisis berbagai aturan yang ada agar bisa memahami dan memutuskan perkara sesuai konteksnya,” ujar Guru Besar FH Universitas Diponegoro ini.

E-Litigasi

Saat mulai menjabat sebagai Ketua MA, penyebaran wabah Covid-19 semakin mengganas dan tidak terkendali. Korban jiwa terus berjatuhan, termasuk dari kalangan penegak hukum dan warga peradilan. Tidak ada pilihan lain yang lebih tepat pada saat itu, selain menyelamatkan aparatur penegak hukum dan para pencari keadilan yang sedang menjalani proses berperkara di pengadilan agar tidak menjadi korban penularan Covid-19.

MA melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum merespons cepat kondisi tersebut dengan menerbitkan Surat Edaran Dirjen Badilum MA Nomor 379/DJU/PS.00/3/2020 tanggal 27 Maret 2020 yang mengizinkan persidangan perkara pidana secara jarak jauh atau teleconference. Selanjutnya, Mahkamah Agung menandatangani kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference pada tanggal 13 April 2020 sebagai upaya memperlancar koordinasi terkait pelaksanaan persidangan perkara pidana secara teleconference.

Tags:

Berita Terkait