Kisah Abu Hanifah dan Sekantung Uang: Melihat Korupsi dari Perspektif Fikih
Edsus Lebaran 2019

Kisah Abu Hanifah dan Sekantung Uang: Melihat Korupsi dari Perspektif Fikih

Kalau profesor doktor menyuap untuk mendapatkan jabatan, maka tak ada lagi gunanya gelar itu.

Aji Prasetyo/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Maqashid al-syariah itu adalah kemaslahatan bagi manusia. Maka dengan pendekatan ini maka masyarakat dapat mengetahui hikmah (nilai-nilai syariah) yang ditetapkan Allah terhadap manusia, dalam hal ini berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Harun menyimpulkan bahwa ada implikasi menerapkan nilai-nilai syariah dalam kehidupan sehari-hari yang pada prinsipnya antikorupsi.

 

Menurut Harun, menjadi suatu pertanyaan besar negara dengan penduduknya mayoritas beragama Islam tetapi tingkat korupsi relatif tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan negara-negara sekuler yang justru tingkat korupsi cukup rendah. Apakah karena agama tidak mendukung pemberantasan korupsi? Tentu saja tidak! Agama manapun melarang penganutnya melakukan perbuatan korupsi. Kisah Abu Hanifah tadi hanya salah satu bahan pelajaran penting yang menunjukkan semangat antikorupsi.

 

Tetapi dalam praktik, perilaku korupsi cenderung abai pada ajaran agama. Bahkan pengadaan barang yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan pun ikut dikorupsi. Harun al-Rasyid memberi contoh pengadaan al-Qur’an di Kementerian Agama. "Fenomenanya, untuk pengadaan Al-Quran saja dikorupsi, itu pengadaan kitab suci. Lalu, haji (juga dikorupsi)," kata Harun saat berbincang dengan hukumonline di kantornya di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan.

 

Baca juga:

 

Harun telah menulis disertasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang menganalisis politik uang di Indonesia dalam perspektif maqashid al-syariah. Ia menjelaskan ada lima tujuan Allah membuat syariah atau maqashid al-syariah. Pertama, melindungi ajaran islam yaitu tidak menyekutukan Allah. Kedua, melindungi jiwa. Ini menjadi penyebab adanya hukum qishos (pembalasan setimpal). "Kalau seorang pembunuh ancaman hukumannya dibunuh, orang tidak akan berani lagi membunuh," pungkasnya. 

 

Ketiga, melindungi akal manusia. Ini bisa dikaitkan dengan kasus korupsi. Harun menjelaskan dalam perkara cek pelawat yang menjerat mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, misalnya, setiap anggota Dewan yang menerima suap akalnya tidak terlindungi karena ia sudah meracuninya sendiri dengan terbiasa menerima suap. 

 

"Bahayanya yang terjadi saat pemilu kemarin di mana-mana pakai duit. Itu yang diracuni anak-anak muda kita. Jadi mereka beranggapan ngapain kerja keras, tinggal datang saja ke caleg, bilang kalau ada duitnya nanti tidak dipilih karena mendapat uang instan kalau yang begini tidak diatur hukum," tuturnya.

Tags:

Berita Terkait