Kisah Anggota DPR Suap KPT Manado Demi Bebasnya Ibunda
Utama

Kisah Anggota DPR Suap KPT Manado Demi Bebasnya Ibunda

Dalam proses pemberian suap digunakan sandi "pengajian" hingga tawar menawar suap di pekarangan Masjid.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ketua PT Manado Sudiwardono saat menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus suap mengamankan putusan banding dengan terdakwa Marlina Moha. Foto: RES
Ketua PT Manado Sudiwardono saat menjalani pemeriksaan lanjutan terkait kasus suap mengamankan putusan banding dengan terdakwa Marlina Moha. Foto: RES

Anggota Komisi IX DPR RI Aditya Anugrah Moha didakwa memberi suap kepada Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Manado Sudiwardono yang bertujuan untuk menangguhkan penahanan dan juga mempengaruhi putusan banding terhadap Marlina Moha Siahaan. Alhasil, Aditya didakwa dengan pasal berlapis yaitu suap kepada penyelenggara negara dan juga suap kepada hakim.

 

Marlina Moha Siahaan sendiri merupakan Ibu kandung dari Aditya. Dalam putusan Pengadilan Tipikor Manado, Marlina dihukum selama lima tahun, denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Tak hanya itu, ia juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp1,25 miliar.

 

Marlina terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi berupa Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara pada Tahun 2010. Ketika itu ia menjabat sebagai Bupati di wilayah tersebut. Baca Juga: Ketua Pengadilan Tinggi Manado Terjaring OTT KPK, MA Operasi Besar-Besaran

 

Dalam putusan majelis hakim dengan susunan Sugiyanto selaku ketua, Halija Wali, dan Emma Ellyani sebagai anggota, Marlina juga diperintahkan untuk ditahan. Penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi Manado pun melaksanakan amar tersebut dan melakukan penahanan terhadap Marlina di Rutan Malendeng, Kota Manado.

 

Pada hari Jumat tanggal 21 Juli 2017 sekitar pukul 19.00 WITA, bertempat di hotel Novotel Manado, Veri Satria Dilapanga, Suherman dan Chandra Paputungan yang merupakan Ketua dan Anggota Tim Penasihat Hukum Marlina bertemu dengan Aditya untuk membahas putusan Majelis Hakim tersebut. Dan Aditya pun meminta tim kuasa hukum untuk mengajukan banding.

 

Upaya banding pun didaftarkan, dan Ketua Pengadilan Tipikor Manado, Djaniko MH Girsang, mengirimkan surat nomor: W19.U1/121/HN.01/VII/2017 kepada Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Manado perihal laporan banding perkara Tindak Pidana Korupsi yang dalam surat tersebut menyebutkan bahwa Marlina tidak dilakukan Penahanan terkait Perkara Nomor : 49/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mnd.

 

Padahal surat dimaksud juga dilampiri surat berupa 2 lembar surat beserta 1 lembar copy Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim tanggal 19 Juli 2017 yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum Bobby Ruswin. Menyadari kesalahannya, Djaniko beberapa waktu kemudian menemui Sudiwardono untuk meralat suratnya dan meminta agar mengeluarkan penetapan penahanan. Tetapi Sudiwardono enggan melakukannya karena telah ada kesepakatan dengan Aditya.

 

Pada 26 Juli 2017 pada saat berada di ruang tunggu Bandara Blimbingsari Banyuwangi, Sudiwardono yang merupakan Ketua Pengadilan Tinggi Manado bertemu Lexsy Mamonto yang merupakan Hakim dan menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah.

 

"Pada saat itu Lexsy Mamonto menyampaikan ada saudaranya yang akan minta tolong kepada Sudiwardono yaitu Marlina Moha Siahaan seorang Anggota DPRD Provinsi Sulut dan Mantan Bupati Bolaang Mongondow. Lexsy juga menyampaikan bahwa nomor telepon Sudiwardono akan diberikan kepada seorang 'Ustadz'. 'Ustadz' yang dimaksud adalah Terdakwa," kata Jaksa KPK Dody Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

 

Hal ini pun berlanjut dan Aditya menghubungi Sudiwardono. Kemudian pada 7 Agustus 2017 selesai acara kunjungan Komisi III DPR di Pengadilan Tinggi Manado, Aditya menemui Sudiwardono di ruang kerjanya. Tujuannya meminta agar Sudi tidak melakukan penahanan terhadap ibundanya dengan alasan sakit.

 

"Ya nanti saya bantu, Ibumu tidak akan ditahan, namun harus ada perhatian," ujar Jaksa Dody menirukan pernyataan Sudiwardono kepada Aditya dalam pertemuan tersebut. Selain itu, Aditya juga meminta kepada Sudi yang akan menjadi hakim dalam perkara ini di tingkat banding untuk memutus bebas ibundanya.

 

Proses penyerahan uang

Pada 9 Agustus 2017, Aditya kembali menghubungi Sudiwardono untuk merencakan lagi pertemuan dengan menggunakan sandi "pengajian". Pertemuan itu akhirnya dilakukan lagi di pekarangan Masjid Kartini, Bumi Beringin Manado. Pekarangan Masjid itu pun dijadikan tempat tawar menawar suap hingga disepakati jumlah awal sebesar Sin$100 ribu yang Sin$80 ribu diantaranya diserahkan di rumah Sudiwardono di Yogyakarta.

 

Eksekusi pemberian pun dilakukan di kediaman Sudi di Yogyakarta. "Ini kan uangnya sudah saya serahkan, bagaimana tidak dilakukan penahanan atas ibu saya?" ujar Jaksa KPK lainnya Ali Fikri menirukan pertanyaan Aditya.

 

"Sin$80 ribu ini hanya untuk tidak ditahan, kalau Ibu kamu mau bebas harus tambah lagi, uang ini sebagaimana kesepakatan di Manado. Nanti kita ketemu lagi," tutur Jaksa Ali Fikri yang kali ini menirukan jawaban Sudiwardono.

 

Dan benar saja, Sudiwardono kemudian mengeluarkan surat tertanggal 18 Agustus 2017 yang ditujukan kepada Veri Satria dan rekan perihal penjelasan status penahanan yang pada pokoknya Sudiwardono selaku Ketua PT Manado tidak melakukan penahanan terhadap Marlina.

 

Atas perbuatan ini, Aditya didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Pengaruhi putusan

Selain soal penetapan untuk tidak ditahan, Aditya juga didakwa memberi suap kepada Sudiwardono selaku hakim yang bertujuan mempengaruhi putusan dalam perkara ibundanya. Setelah menerima uang Sin$80 ribu, Sudiwardono selaku Ketua PT Manado mengeluarkan surat penunjukan hakim tingkat banding dalam perkara Marlina dengan menunjuk dirinya selaku Ketua Majelis dengan anggota Yap Arfen Rafael dan Andreas Lumme.

 

Melanjutkan pertemuan terakhir di Yogyakarta, Sudiwardono dan Aditya kembali berkomunikasi perihal permintaan bebas Marlina. "Kalau ingin Ibu bebas, nanti tambah lagi Sin$40 ribu dan siapkan kamar di Hotel Alila Jakarta untuk penyerahannya," kata Jaksa Asri Irawan menuturkan pernyataan Sudiwardono.

 

Setelah sempat tertunda karena sakit, Sudi bersama istri tiba di Jakarta dan langsung menuju Hotel Alila. Disana ia menanyakan kepada Aditya perihal kamar yang dipesan untuk transaksi suap. Setelah mendapat informasi pemesanan, mereka pun langsung menuju kamar yang telah ditentukan.

 

Pertemuan pun dilakukan pada 6 Oktober 2017 sekitar Pukul 22.45 WIB. Aditya bersama ajudannya Yudianto Midu ke Hotel Alila dan menuju lantai 12 kamar 1203 untuk menemui Sudiwardono. Tetapi pemberian bukan dilakukan di kamar, tetapi tangga darurat lantai tersebut.

 

"Terdakwa menyerahkan uang Sin$30 ribu kepada Sudiwardono sebagai bagian dari kesepakatan sebelumnya dengan permintaan agar Marlina Moha Siahaan dapat diputus bebas. Kemudian Sudiwardono menanyakan sisanya dan Terdakwa menjawab sisanya Sin$10 ribu akan diberikan setelah putusan perkara Marlina," pungkas Jaksa Asri Irawan.

 

Setelah penyerahan, Aditya pun turun ditemani ajudannya. Tetapi di lobi Hotel Alila, petugas KPK telah menunggu dan menghampirinya kemudian ditanyakan dimana uang yang diberikan kepada Sudi.

 

Tak bisa mengelak, Aditya kembali keatas untuk menuju kamar Sudi dan menceritakan peristiwa tersebut. Setelah itu petugas KPK melakukan pemeriksaan di mobil milik Aditya dan kemudian ditemukan uang Sin$11 ribu yang diduga merupakan sisa dari komitmen pemberian untuk Sudi.

 

Atas perbuatannya itu Aditya juga dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

 

Sementara itu Sudiwardono selaku Ketua Pengadilan Tinggi Manado dan Hakim dalam perkara tingkat banding Marlina juga dijerat dengan dua dakwaan. Pertama Pasal 12 huruf a dan juga Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Tags:

Berita Terkait