Kisah Mochtar Kusumaatmadja, Sempat Angkat Senjata Hingga Pendiri Kantor Hukum
Utama

Kisah Mochtar Kusumaatmadja, Sempat Angkat Senjata Hingga Pendiri Kantor Hukum

Seperti mukjizat, hanya melalui diplomasi Indonesia berhasil memiliki wilayah laut yang luasnya 2 kali luas daratan Indonesia tanpa perang.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Di Jakarta masing-masing anggota keluarga kembali menjalankan kegiatan rutin, seperti masa sebelum perang. Ketika Pemilu 1955, Mochtar tidak tertarik dengan diskusi dan perdebatan politik yang sering berlangsung di rumah. Ketika diskusi berlangsung ayah Prof Mochtar bertindak sebagai moderator karena posisinya non partisan.

Sarwono menceritakan Mochtar sering membaca buku secara cepat. Ketika muda, Mochtar juga mengajar bahasa Inggris untuk SMA, juga bersama pamannya berdagang pintu ke pintu menawarkan makanan khas Cirebon. Tak kehabisan akal untuk mencari uang, Mochtar juga pernah menggelar layar tancap keliling kampung.

“Orang yang menonton layar tancap dimintai uang,” kenangnya.

Lulus SMA, Mochtar masuk Fakultas Hukum dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke Yale University, Amerika Serikat. Sarwono mengingat Mochtar sebagai orang yang multi bakat, bisa menyelesaikan masalah sendiri dengan cepat dan tepat. Sepulang dari Yale, Mochtar bertemu Chaerul Saleh dan memintanya untuk menciptakan konsep agar laut antar pulau di Indonesia diakui internasional sebagai wilayah kedaulatan Indonesia.

Lalu, konsep negara kepulauan itu dideklarasikan lewat Deklarasi Djuanda tahun 1957. Deklarasi itu diperjuangkan selama 25 tahun sampai akhirnya diratifikasi PBB melalui UNCLOS pada tahun 1982. Hal tersebut menurut Sarwono seolah mukjizat karena Indonesia punya wilayah kedaulatan di laut yang luasnya 2 kali lebih besar dari luas daratan. “Kita bisa meraih itu dengan cara diplomasi, bukan lewat perang.” 

Pahlawan nasional

Ketua Iluni FHUI, Rapin Mudiardjo, melihat Prof Mochtar adalah sosok negarawan. Dia dibesarkan dalam keluarga yang visioner melihat masa depan. Dia menyebut usulan agar Mochtar menjadi pahlawan nasional sangat tepat karena beliau mengantarkan Indonesia menjadi negara yang didengar di ranah internasional. “Prof Mochtar menggunakan diplomasi untuk menyampaikan pemikiran kepada bangsa lain,” ujarnya.

Rapin menyebut Prof Mochtar sebagai contoh (teladan) yang harus diikuti alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia karena mampu berkontribusi terhadap bangsa dan masyarakat internasional melalui pemikirannya. Prof Mochtar juga salah satu pendiri Kantor Hukum Mochtar, Karuwin, Komar (MKK) yang didirikan pada 1971 yang sampai sekarang masih eksis dan menjadi inspirasi para lulusan fakultas hukum. “Beliau layak dinobatkan sebagai pahlawan nasional.”

Untuk diketahui, Mochtar Kusumaatmadja kerap mewakili Indonesia dalam Sidang PBB mengenai Hukum Laut, Jenewa dan New York. Ia berperan dalam konsep Wawasan Nusantara, terutama dalam menetapkan batas laut teritorial, batas darat, dan batas landas kontinen Indonesia. Ia juga berperan banyak dalam perundingan internasional, terutama dengan negara-negara tetangga mengenai batas darat dan batas laut teritorial itu. Tahun 1958-1961, dia telah mewakil Indonesia pada Konperensi Hukum Laut, Jenewa, Colombo, dan Tokyo. Beberapa karya tulisnya juga telah mengilhami lahirnya Undang-Undang Landas Kontinen Indonesia, 1970.

Mochtar Kusumaatmadja lahir pada 17 April 1929 di Jakarta. Setelah memperoleh gelar S-1 di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI pada 1955, pada tahun yang sama ia langsung melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Hukum Yale University (S-2) Amerika Serikat. Lalu, Mochtar melanjutkan program doktor (S-3) bidang ilmu hukum internasional di FH Unpad dan lulus pada 1962. Bahkan, ia pun peraih gelar doktor (S3) dari Universitas Harvard dan Universitas Chicago Amerika Serikat (1964-1966).

Selain tercatat sebagai Guru Besar dan pernah menjabat Dekan FH Unpad, Mochtar Kusumaatmadja pernah menduduki beberapa posisi menteri di era Presiden Soeharto. Ia pernah menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II periode 1973-1978 dan Menteri Luar Negeri Kabinet Kabinet Pembangunan III dan IV periode 1978-1988.   

Di sela-sela kesibukannya sebagai akademisi, Mochtar pernah mendirikan Kantor Hukum MKK yang merupakan akronim Mochtar, Kirkwood, dan Karuwin pada awal 1970. Pada 1971, berubah nama menjadi Mochtar, Karuwin, Komar (MKK), kantor hukum generasi pertama yang mempekerjakan advokat asing yang masih eksis hingga saat ini. 

Tags:

Berita Terkait