Koalisi: Tragedi Stadion Kanjuruhan Berpotensi Masuk Kategori Pelanggaran HAM Berat
Terbaru

Koalisi: Tragedi Stadion Kanjuruhan Berpotensi Masuk Kategori Pelanggaran HAM Berat

Jika Komnas HAM melakukan penyelidikan Tragedi Kanjuruhan dengan menggunakan landasan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Anggota Koalisi, Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa
Anggota Koalisi, Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa

Proses hukum tragedi stadion Kanjuruhan yang terjadi Sabtu (1/10/2022) silam masih berlangsung. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, M Mahfud MD, sebagaimana dikutip sejumlah media menyebut tragedi tersebut bukan pelanggaran HAM berat. Kesimpulan pernyataan itu dikritik kalangan masyarakat sipil dan keluarga korban. Koalisi yang terdiri dari LBH Surabaya Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, KontraS, Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute menilai pernyataan Mahfud itu tidak berdasar dan menyesatkan.

Koalisi menilai Menkopolhukam tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang untuk menyatakan adanya peristiwa pelanggaran HAM berat atau tidak. Hal itu sebagaimana mandat Pasal 18 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Komnas HAM dalam mengungkap peristiwa pelanggaran HAM berat, baik dalam bentuk kejahatan genosida maupun kejahatan kemanusiaan, dapat melakukan penyelidikan dan membentuk tim ad hoc,” kata Isnur dikonfirmasi, Selasa (3/1/2023).

Meskipun pernyataan yang disampaikan Mahfud MD itu berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, Isnur menganggap pernyataan itu tetap keliru. Merujuk keterangan pers Komnas HAM Nomor 039/HM.00/XI/2022 tentang penyampaian laporan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang, pelaksanaan pendalaman kasus oleh Komnas HAM menggunakan kerangka UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Untuk menelusuri suatu peristiwa apakah tergolong pelanggaran HAM berat atau bukan, Isnur mengatakan proses penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM harus berdasarkan UU No.26 Tahun 2000. Dalam penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM menggunakan UU No.39 Tahun 1999 dinyatakan terjadi pelanggaran HAM dalam tragedi stadion Kanjuruhan.

“Tragedi Kanjuruhan ini memiliki potensi untuk dapat disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat apabila proses penyelidikan oleh Komnas HAM dapat dilakukan,” ujarnya.

Untuk itu, Koalisi mendesak Komnas HAM untuk menindaklanjuti hasil temuan penyelidikan sebelumnya dengan melakukan penyelidikan dalam kerangka UU No.26 Tahun 2000. Ada berbagai fakta yang penting ditelusuri lebih lanjut seperti pertanggungjawaban komando/atasan dalam penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh aparat keamanan. “Dalam tragedi ini terdapat aktor high level yang harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum,” ujarnya.

Isnur menyebut Mahfud lebih baik fokus pada rekomendasi laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan. Rekomendasi itu misalnya meminta Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif mengundurkan diri sebagai pertanggungjawaban moral; penyelidikan lanjutan terhadap anggota Polri dan TNI yang melakukan kekerasan.

“Termasuk kepada pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No:Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang ditandatangani oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur,” papar Isnur.

Isnur mencatat sampai saat ini terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dengan pasal pidana yang ancamannya tergolong ringan. Hal ini menimbulkan ketidakadilan baru bagi para korban dan keluarga korban, antara lain Pasal 359 KUHP dan pasal 360 KUHP dan/atau pasal 103 ayat (1) Jo pasal 52 U No.11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Dimana ancaman pidana maksimal pasal-pasal tersebut 5 tahun penjara.

Tags:

Berita Terkait