Akademisi Ini Beberkan Sejumlah Kemajuan dalam KUHP Baru
Utama

Akademisi Ini Beberkan Sejumlah Kemajuan dalam KUHP Baru

Ada sejumlah pasal baru yang tadinya tidak diatur dalam KUHP lama, seperti tujuan pemidanaan, penjatuhan pidana secara adil, sistem double track.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya Dr. Fachrizal Afandi. Foto: RES
Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya Dr. Fachrizal Afandi. Foto: RES

Penolakan masyarakat sipil terhadap RUU KUHP tak menyurutkan langkah pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi UU. KUHP baru dinilai masih memuat berbagai pasal bermasalah yang berdampak pada kebebasan ruang kebebasan sipil. Tapi tak seluruhnya buruk, Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Dr. Fachrizal Afandi mencatat ada beberapa kemajuan dan hal yang progresif dalam KUHP baru.

Menurut Fachrizal, KUHP baru ini sangat dinanti banyak kalangan karena pembahasannya sudah dilakukan sejak 1963. Hal itu menunjukkan pembahasan KUHP tidak mudah dan hal ini dialami oleh semua negara yang merevisi KUHP. Salah satu solusi yang umum digunakan untuk mengatasi persoalan itu adalah proses revisi KUHP dilakukan secara parsial. Tapi KUHP di Indonesia dibahas seluruhnya karena digunakan untuk mengganti KUHP lama peninggalan kolonial Belanda.

Walau KUHP baru menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda, tak berarti 100 persen isinya baru. Fachrizal menghitung 80 persen muatannya identik dengan KUHP lama. “Tidak semua KUHP warisan kolonial Belanda itu buruk, misalnya pasal pencurian, penggelapan, penipuan ini masih sama rumusannya,” kata Fachrizal Afandi dalam diskusi yang digelar Hukumonline melalui kanal instagram, Rabu (21/12/2022) kemarin.

Baca Juga:

Kendati demikian, KUHP yang terbit di masa kolonial Belanda tentu tidak demokratis. Oleh karena itu, para penyusun KUHP baru mengusung semangat dekolonialisasi dan kodifikasi melalui konsolidasi terhadap hukum pidana yang tersebar di berbagai UU. KUHP merupakan salah satu produk legislasi yang memuat banyak ketentuan sampai 624 pasal.

Walau banyak kritik terhadap KUHP baru, Fachrizal menyebut ada beberapa kemajuan dan hal progresif dibandingkan KUHP lama. Misalnya, Pasal 51-52 KUHP baru mengatur tentang tujuan pemidanaan yang mengutamakan penghukuman secara manusiawi dan humanis. Ada juga ketentuan yang mengatur pedoman penjatuhan pidana secara adil.

KUHP baru juga mengatur sistem double track dimana ada sanksi pidana dan sanksi berupa tindakan. Hal baru yang diatur dalam KUHP yakni pidana korporasi. “Banyak pasal baru yang lebih baik daripada pengaturan KUHP lama,” ujar Fachrizal.

Aturan yang tidak ada dalam KUHP lama antara lain sanksi pidana berupa kerja sosial, pengawasan, dan denda. Fachrizal mengatakan denda yang diatur KUHP lama tidak menjadi pilihan utama aparat penegak hukum karena nominalnya sangat kecil. Saat ini denda bisa menjadi alternatif pemidanaan.

KUHP baru mengakui penyelesaian perkara di luar mekanisme pengadilan misalnya ketika para pihak sudah sepakat melakukan perdamaian bisa menjadi alasan untuk menghentikan penuntutan. “Ada banyak proses akomodasi pemidanaan yang saat ini lebih modern,” lanjut Fachrizal.

Tak ketinggalan Fachrizal mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat sipil untuk menolak KUHP baru adalah mengajukan permohonan pengujian ke MK. Dia memberikan contoh pengujian terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Mengingat KUHP baru ini akan berlaku 3 tahun ke depan, masyarakat bisa mencermati pasal-pasal yang dirasa bermasalah. “Setelah nomornya terbit barulah KUHP bisa diuji ke MK,” katanya.

Tags:

Berita Terkait