Koalisi Perempuan Apresiasi Pembahasan RUU TPKS
Terbaru

Koalisi Perempuan Apresiasi Pembahasan RUU TPKS

Usulan masyarakat sipil diakomodir antara lain soal bentuk-bentuk kekerasan seksual; restitusi dinyatakan sebagai hak korban dan pidana tambahan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Sejumlah aktivis perempuan mengapresiasi pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang saat ini tengah dilakukan pemerintah dan DPR. Perwakilan Migrant Care, Anis Hidayah, melihat sepekan terakhir pembahasan dilakukan secara maraton. Al hasil proses perumusan dan sinkronisasi RUU TPKS telah dilakukan.

“Draft RUU TPKS yang disepakati itu merupakan payung hukum jaminan perlindungan bagi anak, perempuan, dan penyandang disabilitas yang menjadi korban,” kata Anis Hidayah dalam diskusi bertema “Catatan Kritis Jaringan Perempuan Terhadap Pembahasan dan Capaian RUU TPKS”, Selasa (5/4/2022) kemarin.

Anis melihat dalam draft RUU TPKS tersebut sejumlah usulan organisasi masyarakat sipil diakomodir, misalnya terkait bentuk-bentuk kekerasan seksual. Setiap bentuk kekerasan seksual itu ancaman pidananya berbeda-beda. Misalnya pelecehan seksual non fisik ancamannya 9 bulan penjara dan denda Rp10 juta.

Kemudian kekerasan seksual fisik ancaman pidananya 4 tahun dan denda Rp50 juta; pemaksaan kontrasepsi ancaman pidana maksimal 5 tahun dan denda Rp50 juta. “Pemaksaan kontrasepsi ini kerap dialami buruh migran Indonesia perempuan sebelum berangkat ke negara penempatan,” ujar Anies.

Selanjutnya pemaksaan sterilisasi diancam 9 tahun pidana dan denda Rp200 juta; penyiksaan seksual diancam 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta; perbudakan seksual ancamannya 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta. RUU TPKS juga memasukan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Baca:

Anis juga mengapresiasi ketentuan pemberatan hukuman pidana bagi pelaku yang profesinya sebagai pejabat publik, tenaga pendidik, medis, dan pemuka agama. Ketentuan ini tergolong progresif guna merespon perkembangan yang terjadi. “Hukumannya diperberat, ditambah sepertiga. Ini menjadi ‘nyawa’ RUU TPKS, karena banyak kekerasan seksual yangh terjadi di pesantren (lembaga pendidikan) tapi tidak pernah terungkap,” urainya.

Setelah RUU TPKS disahkan pada rapat paripurna di DPR, Anis menyebut langkah yang perlu dilakukan koalisi antara lain melakukan sosialisasi kepada semua pihak. Untuk peraturan turunan, tidak banyak yang dimandatkan untuk diterbitkan. Setidaknya ada 5 peraturan pelaksana antara lain soal restitusi, layanan terpadu, pencegahan tindak pidana kekerasan seksual, pemantauan, pendidikan dan pelatihan bagi petugas.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait