Koalisi Seni Keluhkan Kepastian Regulasi dan Tingginya Tarif Pajak Hiburan
Terbaru

Koalisi Seni Keluhkan Kepastian Regulasi dan Tingginya Tarif Pajak Hiburan

Berdasarkan hasil riset sejak 2019, Koalisi Seni mendalami peraturan daerah terkait kebudayaan dan pajak hiburan di 508 kabupaten/kota di Indonesia. Dari situ Koalisi mendapati, pemerintah daerah cenderung memproyeksikan bidang seni sebagai objek pajak, ketimbang mendorong pemajuannya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Lembaga nirlaba yang fokus pada kesenian, Koalisi Seni meminta pemerintah mengevaluasi perbedaan angka pajak hiburan pada berbagai bentuk kesenian di daerah. Berdasarkan riset yang dilakukan lembaga nirlaba yang bergerak di bidang advokasi kesenian ini, persentase pajak hiburan yang diskriminatif mempengaruhi keberlangsungan bentuk seni tertentu.

Koalisi Seni menemukan 48 kabupaten/kota dan 1 provinsi yang membebaskan pajak hiburan untuk seni tradisi. Sementara pagelaran musik internasional, dikutip pajak hingga 75 persen. “Pengenaan pajak yang tinggi membuat bentuk seni tertentu menjadi tidak menarik bagi pelaku usaha. Akibatnya, akses masyarakat terhadap seni menjadi terbatas,” ujar Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah, (13/7).

Berdasarkan hasil riset sejak 2019, Koalisi Seni mendalami peraturan daerah terkait kebudayaan dan pajak hiburan di 508 kabupaten/kota di Indonesia. Dari situ Koalisi mendapati, pemerintah daerah cenderung memproyeksikan bidang seni sebagai objek pajak, ketimbang mendorong pemajuannya. Kondisi ini patut dikritisi, mengingat aturan pajak hiburan sendiri hingga kini belum memiliki standardisasi. Baik itu perihal kategorisasi seni yang menjadi objek pajak, maupun persentase pungutannya.

Baca Juga:

Belum adanya standardisasi ini membuat bentuk seni tertentu rentan mengalami kemunduran. “Di sisi lain, ada potensi pemda bisa sewenang-wenang menentukan bentuk seni tertentu yang ingin mereka majukan,” kata Koordinator Riset Koalisi Seni, Ratri Ninditya.

Ratri menjelaskan, dari 508 kabupaten/kota di Indonesia, 367 di antaranya memiliki peraturan daerah tentang pajak hiburan. Adapun dari seluruh kabupaten/kota tersebut, hanya 105 daerah yang mempunyai perda terkait kebudayaan, dan 72 di antaranya spesifik merujuk pada Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan (UUPK). “Dari situ kita bisa melihat, aturan soal pajak seni tiga kali lipat lebih banyak dibanding regulasi pemajuan kebudayaan,” ujarnya.

Menurut Ratri, sejatinya tak ada yang salah dengan keberadaan pajak hiburan. Namun idelanya, pendapatan dari pajak hiburan itu juga ikut dirasakan pelaku seni, untuk mengembangkan diri dan ekosistemnya. Hal itu sudah diterapkan di sejumlah negara, seperti Prancis dan Swiss yang mengalokasikan pajak hiburan untuk mengembangkan seni alternatif yang bisa dijangkau banyak orang.

Tags:

Berita Terkait