Komika Indonesia Ajukan Pembatalan Merek ‘Open Mic Indonesia’
Terbaru

Komika Indonesia Ajukan Pembatalan Merek ‘Open Mic Indonesia’

Sesuai dengan pasal 20 huruf f UU Merek, berbunyi bahwa Merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Menurut Panji pendaftaran merek ‘Open Mic Indonesia’ telah melanggar pasal 20 huruf a dan pasal 21 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek. Pendaftaran merek tersebut dinilai didasarkan pada iktikad buruk dan telah mengganggu ketertiban umum.

“karenanya kami meminta pengadilan untuk membatalkan merek tersebut.”, tutur Panji Prasetyo.

Adapun pihak yang digugat oleh Perkumpulan Stand Up Indonesia adalah Ramon Papana selaku pemilik merek “Open Mic Indonesia”, sebagai Tergugat dan Direktorat Merek Ditjen Kekayaan Intelektual sebagai Turut Tergugat.

Di antara para komika yang hadir di Pengadilan Niaga, tampak beberapa komika ternama seperti Ernest Prakasa, Pandji Pragiwaksono dan Bintang Emon. Mereka kompak mendukung gugatan pembatalan merek ini.

“Ini gila, sih! Absurd. Kalau sekarang ‘Open Mic’ boleh jadi merek, bisa jadi nanti ada yang daftarin merek ‘Majelis Taklim’ deh, terus abis itu disomasiin semua masjid yang bikin acara pakai nama Majelis Taklim, harus bayar ke dia.”, canda Bintang Emon.

“Ada problem serius ketika negara seperti melindungi pihak yang mencoba mendulang keuntungan dengan cara yang tidak fair. Ini jelas harus dilawan.”, timpal Pandji Pragiwaksono.

“Ini bukan hanya solidaritas para komika melawan ketidakadilan. Ini adalah gerakan moral untuk tidak menormalisasi hal-hal yang tidak normal dan bertentangan dengan akal sehat.”, imbuh Ernest Prakasa.

Setelah gugatan pembatalan merek ini didaftarkan, berdasarkan UU Merek, Pengadilan Niaga mempunyai waktu 90 hari untuk memeriksa dan memutus gugatan tersebut. Seiring dengan itu, teman-teman komika akan terus mengawal proses ini serta mengumandangkan tagar #OpenMicMilikPublik di media sosial.

Sebelumnya praktisi kekayaan intelektual Suyud Margono menyampaikan bahwa perihal lain yang tidak kalah penting dalam pendaftaran merek adalah ketentuan penggunaan kata umum/generik dari suatu merek. Dalam praktek banyak pemohon merek menggunakan unsur-unsur kata umum atau kalimat yang hampir serupa antara merek yang satu dengan merek yang lain.

“Sesuai dengan pasal 20 huruf f UU Merek, berbunyi bahwa Merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum. Artinya, penggunaan kata umum, yang dijadikan sebagai suatu merek dagang atau merek jasa, tidak dapat terdaftar sebagai merek dagang atau merek jasa. Akibat hukum dari terdaftarnya kata umum sebagai merek adalah timbul hak monopoli bagi pemiliki merek karena merek terdaftar bersifat eksklusif. Artinya, hak eksklusif ini memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap pemilik merek, untuk melarang pihak lain menggunakannya tanpa izin dari pemilik merek,” jelasnya.

Itulah sebabnya penggunaan kata umum semestinya tidak dapat diterima pendaftarannya dan dijadikan sebagai merek karena menimbulkan rasa tidak adil apabila memberikan monopoli sesuatu yang merupakan milik umum.

Tags:

Berita Terkait